Nafasnya memburu. Naik turun tanpa jeda tanpa irama. Kerah kemeja dia longgarkan. Keluar dari apartemen Drewi, Dani tidak sabar ingin sampai ke kafe milik Sano. Di sana ada seseorang yang sangat ingin sekali dia minta konfirmasi.
Git. Adam sudah di sana?
Send
Kirimnya pada Agitha sebelum memasuki lift.
Sudah kak. Semuanya sudah ada disini.
Tinggal Dancer sama dekorasi yang belum siap.
Drewi tahan sebentar ya di sana.
Read
Di dalam mobil, pesan balasan masuk ke handphone Dani. Begitu mesin meyala, tanpa membalas pesan, Dani menginjak kencang pedal gas. Menimbulkan suara decit memekakkan telinga terdengar bergema di basement apartement. Darahnya sudah naik keubun-ubun, paling ujung.
“Sialan!!! Sialan!!” bentaknya pada setir. Dipukulnya sekuat tenaga untuk meredam emosi.
30 menit berlalu setelah melewati macet di beberapa jalan besar kota, akhirnya kafe milik Issano terlihat di ujung ruko. Agitha dan Shaniar sedang berada di luar merapi-rapikan pita berwarna-warni. Dani memarkirkan mobilnya tanpa arah dan keluar masih dengan wajah memerah, menahan emosi.
“Kak Dani,” Agitha menarik tangan Dani. “Ada apa kok buru-buru?”
“Adam mana?”
Agitha terdiam sebentar memandang Dani yang masih penuh emosi. "Kakak sudah baca bukunya?"
“Lepas, Githa." Dani menekan suaranya, dingin.
"Mereka bertengkar karena mereka adalah sahabat kak. Tidak usah diperpanj....kak Dani!!!"
Dani menghempaskan tangan Agitha lalu masuk tanpa menghiraukan panggilannya. Shaniar ikut menyusul di belakang penuh tanda tanya. Di dalam kafe, tidak menunggu lama, Dani segera menghampiri dan menarik kerah baju Adam, yang sedang menempelkan sesuatu di balon-balon.
“Manusia bangsat!!!” ucapnya tepat di wajah Adam.
“Kak Dani!!!” teriak Agitha mencoba melerai, tapi tangannya begitu erat mencengkeram.
“Sok Suci. Sok paling sempurna. Dari pada David, harusnya yang pantas mati itu lo Bangsat!!”
“Dani...Dani easy broo...easy. ”
“No, biarin...biarin. Biarin aja,” ucap Adam menghentikan Issano yang muncul setelah Shaniar memanggilnya.
“Biarin? Berarti lo sadar apa kesalahan lo. Dan dengan santainya masih ikut membantu perisapan ini, tanpa rasa bersalah sedikit pun? Lo memang anjing, bangsat!"
Buk!!!
Dani meninju wajah Adam. Pukulan kuat itu melukai sudut bibir Adam dan terjerembablah ia ke belakang.
Suasana semakin kacau ketika Dani masih dengan amarahnya mencoba menarik lagi kerah baju Adam. Issano sekuat tenaga menahan Dani. Jeritan Agitha dan Shaniar tidak dihiraukannya. Bersusah payah dia melepas tangan Issano, dan kembali meninju wajah Adam yang masih dengan posisi tertidur di lantai.
Dani mengunci tubuh Adam dengan kakinya meski Adam tidak memberikan perlawanan sedikit pun. Adam sadar sekali, cepat atau lambat amarah ini akan dia hadapi. Dari Dani dan entah dari siapa pun yang memang berhak untuk marah.