MIMPI JADI NYATA
Beryl Fashion I’m coming
Setelah melihat adegan romantis yang membuat Gya muak. Adrian memperkenalkan perempuan itu.
“Gya, kenalin ini Ziva.” Adrian memperkenalkan Ziva dan masih dalam keadaan merangkulnya. Membuat Gya semakin risih melihatnya.
Dengan senyum yang berusaha ia tampilkan, Gya mengulurkan tangannya, “Gya.”
“Ziva. Senang bisa ketemu kamu, Adrian udah banyak cerita tentang kamu.” ucap Ziva antusias.
“A-apa ? Gimana-gimana ?” pernyataan Ziva memang membuat Gya bingung. Mengapa Adrian menceritakan tentangnya pada seorang perempuan yang mungkin itu adalah pacarnya, terlihat dari gesturnya mulai dari cium pipi kanan dan kiri sampai Adrian yang tidak segan merangkul Ziva di depannya.
“Enggak apa-apa Gya, ya udah mending kita langsung ke ruang kerja aku aja. Kita ngobrol di dalam, biar lebih nyaman.”
Gya pun mengikuti langkah Ziva dan Adrian.
****
Ruang kerja Ziva begitu mewah bagi Gya, tetapi sederhana bagi Ziva. Setiap sudut ruang diisi dengan interior-interior berkelas, lantainya saja dari marmer yang Ziva pesan langsung dari Italia. Lampu kristal berwarna putih yang menggantung menambah kesan mewah di ruangan ini. Tak berhenti Gya mengaguminya.
“Silahkan duduk.”
Adrian dan Gya mengambil tempat duduk di sofa berwarna putih, sedangkan Ziva mengambil minuman di lemari es. Dalam ruang kerja ini, Gya melihat beberapa foto Ziva dan Adrian.
“Ngelihatin fotonya biasa aja kali.” celetuk Adrian ketika Gya memandangi foto Adrian dan Ziva tanpa berkedip.
Seketika Gya mengalihkan pandangannya.
“Itu foto aku sama Adrian waktu liburan ke Paris, kita emang sering travelling bareng. Ya, biar bisa lebih deket.” jelas Ziva.
“Iya, memang kata orang traveling itu bisa membantu merekatkan hubungan sepasang kekasih. Jadi, bisa lebih tahu satu sama lain.” jawab Gyandra.
Adrian tertawa lepas mendengar ucapan Gya begitu pula dengan Ziva.
“Gya... Gya...” Ziva berkata sembari menggelengkan kepala.
Sedangkan Gya, seperti bocah yang tidak mengerti apa-apa hanya diam dan bingung dengan sikap dua orang yang ada di depannya.
“Kalian kenapa ?” tanya Gya dengan polosnya.
“Gya, for your information Adrian itu my young brother. Dia itu adik aku, ya emang umur kita cuma selisih 2 tahun. Makannya kita kelihatan seumuran. Nih minum dulu.” Ziva meletakkan orange juice buatannya di depan Gya.
Setelah mendengar fakta yang ada, Gya merasa sungkan. Perlahan dia menyeruput orange juice.
Melihat ekspresi wajah Gya, Adrian tertawa terbahak-bahak, “Pasti, tadi lo pikir gue itu playboy. Secara gue bilang cinta sama lo, tapi gue malah peluk cewek lain di depan lo.” Adrian kembali tertawa.
Adrian memang sudah lama mengungkapkan perasaannya pada Gya. Rasa cinta yang dimiliki Adrian hanya untuk Gya, bukan berarti dia tidak ingin memiliki Gya seutuhnya, tetapi dia sadar cinta tidak bisa dipaksa.
“Iya, maaf Gya kan enggak tahu lagi pula Kak Adrian enggak pernah cerita kalau punya Kakak perempuan.”
“Nah, lo enggak pernah nanya. Makannya sekali-kali kepoin gue jangan kepo sama Pak Akssa terus, enggak tahu apa gue cemburu.” jawab Adrian.
“Tahu. Gya tahu kalau Kak Adrian cemburu.”
“Terus ?”
“Ya, terus Gya harus apa ? Kan Gya enggak bisa mengontrol rasa cemburu Kak Adrian dan yang bisa mengendalikan rasa itu cuma Kak Adrian.”
“Udah... udah... nih para bocil kenapa jadi memperdebatkan hal yang enggak penting sih ? Oh iya, kalian tunggu sini dulu ya. Gue ada urusan.”