PENASARAN
Untuk sementara waktu Pak Lek dan Bulek, menyewa salah satu kamar di tempat kos Gya dan Elma. Supaya lebih dekat dengan Gya. Si ireng juga sudah bisa digunakan, berkat bantuan Baron dan Adrian yang membawanya ke bengkel.
Malam ini, Gya sibuk mengerjakan tugas dari Akssa, bisnis plan itu harus selesai malam ini juga. Agar dia bisa fokus dengan urusan lainnya. Gadis itu fokus di depan laptop, jemarinya lincah memijat keyboard. Namun, mata Gya tidak bisa diajak bersekongkol. Otaknya memberi intruksi untuk istirahat, tetapi dia enggan melakukannya.
Setelah memastikan bussines plan sudah terselesaikan, Gya melakukan print out. Kali ini matanya mulai terpejam, padahal dia masih berada di kursi. Sampai getaran handphone membuatnya membelalakkan mata.
“Hal-”
“Gyandra, jangan lupa besok kamu ikut cari rumah Pak Ilham !”
Belum sempat Gya menjawab telepon, suara Pak Lek sudah terdengar begitu kencang membuat Gya menjauhkan ponselnya. Gadis itu berulangkali mengusap telinganya yang berdenging, karena mendengar ucapan Pak Lek.
Pak Lek menelepon di saat yang tidak tepat, Gya pikir ada keadaan darurat sampai-sampai beliau harus menelepon Gya tengah malam ternyata hanya membicarakan tentang Pak Ilham. Apa sepenting itu ?
“Iya, Pak Lek. Gya ikut.” jawab Gya dengan suara berat.
“Jawabnya kok kayak enggak ikhlas ?”
“Ikhlas Pak Lek, Ikhlas banget. Udah ya, Gya mau tidur.” Gya memutuskan untuk menutup telepon dan menyusul Elma yang sudah tidur dengan pulas.
****
Pagi ini, Gya sudah berada di gedung olahraga. Dia ada janji dengan Rendi dan Irma, penyiar radio kampus yang dipercaya untuk menjadi MC (Master of Ceremony) di acara pensi mendatang. Gya, harus melakukan briefing kepada keduanya perihal susunan acara, karena nantinya MC akan mewakili Gyandra dan tim untuk menjalankan acara dan memastikan acara berjalan tepat waktu.
“Jadi, ini aku udah susun semua acaranya. Nantinya pentas seni dimulai jam empat sore dan diperkiraan berakhir jam sembilan malam. Oh iya, jangan lupa ada break untuk waktu sholat maghrib dan isya’.” Jelas Gya.
“Siap-siap.”
“Kalian pelajari dulu susunan acaranya, nanti kalau ada yang enggak paham. Kalian bisa tanya ke aku. Aku kesana dulu.”
Gya, berjalan menghampiri Baron yang terlihat gelisah. Lelaki yang selalu memakai topi hitam itu mondar-mondir, seperti memikirkan sesuatu.
“Kak Baron, kenapa ?”
Baron melepas topinya seraya menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal, “Enggak apa-apa. Everything Okay.”
“Hm, bohong ya.” Gya memperhatikan Baron penuh curiga. Gadis itu yakin ada yang disembunyikan sahabatnya.
“Tahu aja. Jadi gini, gue harus ketemu dosen selaku penanggung jawab acara pensi, tapi perut gue mendadak sakit. Lo bisa bantu gue ?”
Gya tertawa melihat sikap Baron, “Bilang aja, grogi.”
“Gue serius Gya, ngapain gue grogi coba. Lo kayak enggak kenal gue aja.” tepis Baron.
“Ya, udah aku bantu. Emang siapa dosennya ?”
“Kalau lo mau tahu siapa, dosennya lagi menuju kesini. Lo, bisa lihat sepuluh detik dari sekarang. Gue tinggal dulu ya, udah enggak bisa ditahan.” Baron berlari begitu kencang. Gya pun menghitung mundur dari angka sepuluh hingga satu.
“Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga setengah, tiga, dua setengah, dua, satu set-”
“Kamu sedang menghitung apa ?” seseorang datang tepat di belakaang Gya, membuat gadis itu segera membalikkan badan.
“Pak Akssa." Gya terkejut dengan kedatangan Akssa, "Mohon maaf sekali Pak perihal tugas yang Bapak berikan semalam sudah saya kerjakan. Tetapi, hari ini saya lupa bawa jadi ketinggalan. Maaf sekali.” Gya menunduk beberapa kali.
“Tujuan saya kesini bukan untuk menanyakan tugas kamu, tapi untuk melihat sejauh mana persiapan acara pentas seni karena saya ditunjuk sebagai penanggung jawab acara.” jelas Akssa.
Gya sedikit kikuk mendengar penjelasan Akssa, bingung harus menjawab apa. Apalagi wajah Akssa terlihat begitu dingin. Tak ada ekspresi yang mampu mendeskripsikan suasana hatinya.
Gya masih terdiam, mematung.
“Gyandra.” Akssa mencoba membuyarkan lamunan Gya.