DINGIN
Pagi ini begitu cerah, matahari menampakkan sinarnya membuat semua orang akan bersemangat ketika melihatnya. Namun, berbeda dengan Gya. Dia benar-benar tidak bersemangat, tubuhnya begitu berat untuk digerakkan.
Gadis itu, memandang wajahnya di depan cermin. Beberapa kali mengusap matanya yang terasa pedih dan terlihat bengkak. Begitulah Gya, setelah menangis akan meninggalkan jejak dan bentuk matanya akan berubah sipit.
Tak ada keinginan untuk berangkat ke kampus, Gya tak ingin teman-temannya tahu jika semalam dia menangis. Ya, tiba-tiba saja kenangan bersama Didi juga segala hal yang terjadi padanya membuat Gya menangis. Untung saja Elma belum pulang, jadi Gya lebih leluasa untuk menumpahkan kesedihannya.
Malas ke kampus sama dengan mencari mati, karena dia masih memiliki utang dengan Akssa yang harus dibayar supaya tidak diteror dengan dosen kewirausahaan itu.
Gya memperhatikan dirinya di cermin, mulai dari kepala seperti biasa dia menyisir rambut hitamnya yang panjang dengan belah tengah kemudian memakai hoodie berwarna pink soft dan celana jeans putih. Dia merasa penampilannya sudah oke, tetapi dia merasa ada yang kurang, "Oh iya, kaca mata. Aku harus pakai kaca mata hitam," ucapnya. Gya pun mengambil kaca mata hitam untuk menutupi matanya yang sembab.
****
Sesampainya di kampus, Gya bergegas menuju ruangan Akssa. Namun, Gya memilih untuk lebih dulu singgah ke GOR. Toh, jam masih menujukkan pukul 07.30 WIB masih ada waktu setengah jam untuk datang ke ruangan Akssa.
Hari ini Baron akan melakukan briefing kepada panitia juga para talent dan semua orang yang terlibat dalam acara pensi.
“Hai, Kak.” Sapa Gya pada Baron yang sedang duduk sembari membaca tulisan dalam sebuah kertas yang berisi beberapa hal yang akan dia sampaikan dalam briefing.
“Hai, pagi banget ! Masih sepi, kayak kuburan," jawab Baron yang sedikit kaget dengan kedatangan gadis berkacamata hitam, "Lo ngapain pakai kaca mata ?" Baron menatap Gya, aneh.
Gya memikirkan jawaban untuk pertanyaan Baron,“Mata aku sakit, Kak.” Gya tersenyum tipis, dia berusaha meyakinkan Baron.
“Coba gue lihat, udah diobatin ? Atau gue beli,-” Baron beranjak dari tempat duduknya dan mendekati Gya.
Seketika Gya mundur, berusaha menghindar, “Enggak usah, Kak. Jangan dilihat nanti Kakak ketularan. Udah aku obatin kok, tenang aja.”
Baron pun diam di tempat, memandang Gya sedikit curiga dia merasa Gya menutupi sesuatu. Namun, sudahlah jika Gya tak mau bercerita Baron juga tidak mau memaksa, "Oh, semoaga cepet sembuh deh." Meskipun terkesan selengekan, tetapi sebenarnya Baron adalah orang yang memiliki kepedulian tinggi pada sahabat-sahabatnya.
****
Tiga puluh menit berlalu belum ada satu pun orang yang datang, hanya ada Gya dan Baron.
“Ini, gimana sih udah jam delapan belum ada yang nongol !” Gerutu Baron.
Salah satu kebiasaan buruk yang menyebalkan bagi Baron adalah mengulur waktu. Kebiasaan ini seharusnya dihilangkan bukan dilestarikan.
Baron menuliskan dalam grup meminta semua pengisi acara dan panitia untuk segera merapat.
“Kita tunggu lima menit lagi, kalau belum ada orang kita tinggal aja.”
“Setuju.” timpal Gya.
Seperti dosen pembimbingnya, yaitu Akssa bagi Baron waktu adalah hal yang sangat berharga yang harus dimanfaatkan dengan baik, bukan untuk menunggu sesuatu hal yang tak pasti. Begitulah prinsip Baron yang sangat disetujui oleh Gya.
Meskipun pada kenyataannya dalam mengerjakan skripsi, Baron termasuk molor dari target waktu yang ia tentukan, tetapi dia sangat memanfaatkan waktu yang ada dengan mengisinya dengan hal yang bermanfaat. Prinsipnya mengenai waktu tak pernah berubah, waktu adalah sesuatu yang tak bisa diulang, diputar ataupun dikembalikan maka dari itu bersikaplah dengan baik terhadap waktu.
"Eh, tunggu Kak. Ini jam berapa ?"
"Jam delapan."
"Hah ?" Gya membulatkan matanya dan berlari meninggalkan Baron tanpa memberi alasan yang jelas membuat Baron menggelengkan kepala melihat tingkah Gya.
****
Gya berlari menuju gedung Fakultas Bisnis. Dia menuju ruangan Akssa, kali ini dia harus mengumpulkan bussines plan. Hari ini, masalahnya dengan Akssa harus selesai. Dia tidak ingin terbebani dengan utang tugas yang dia miliki.
Setelah berlari cukup jauh, Gya sampai di depan ruangan Akssa. Baru saja dia ingin mengetuk pintu, tiba-tiba seseorang keluar dari ruangannya. Membuat Gya terkejut.