PELAJARAN HIDUP 2
Hari sudah mulai petang, terlihat rona merah mewarnai langit petang ini. Gya masih berada di samping kolam ikan yang berada di restoran apartemen, gemericik air yang yang mengalir dalam kolam membuat hati terasa damai.
“Gya, makasih ya,” ucap Anya pada Gya yang duduk di dekatnya.
Setelah kejadian tadi, Gya sengaja membawa Anya keluar untuk jalan-jalan. Menghirup udara luar. Hanya berdua. Gya mendorong kursi roda Anya. Mereka saling bercerita, lebih tepatnya Anya menceritakan sedikit tentang kisah hidupnya. Tentangnya yang harus rela melepaskan orang yang sangat ia cintai, tentangnya yang harus bertahan hidup sendiri, tentangnya yang harus melewati ujian hidup tanpa ada kedua orang tua yang menemani.
Gya mendengar keluh kesah Anya dengan baik. Keadaan mereka sama, sama-sama hidup tanpa belaian orang tua. Gya lebih beruntung karena sempat merasakan kasih sayang Ayah berbeda dengan Anya yang masih memiliki orang tua, tetapi tak merasakan kasih sayang itu. Tak ingin membandingkan, karena tak ada yang perlu diperbandingkan. Semua hidup dengan jalannya sendiri-sendiri.
Gya paham, saat ini yang diperlukan Anya adalah sosok pendengar yang baik dan Gya ingin menjadi sosok itu untuk Anya.
“Sama-sama, Kak. Jangan pernah merasa sendiri Kak, karena Allah selalu ada untuk kita. Kakak harus terus semangat. Kak Anya pasti bisa,” ucap Gya, memberi semangat pada Anya.
“Iya, Gya.”
“Kak Anya itu spesial. Allah memberi ujian ini kepada Kakak karena Allah tahu, Kak Anya bisa melewati ini semua. Jangan menyerah ya, Kak.”
Kalimat yang keluar dari bibir Gya membawa kesejukan dalam hati Anya. Kini dia bisa lebih tenang, terlihat dari binar wajahnya yang menampakkan sebuah senyuman.
“Allahu Akbar... Allahu Akbar...”
Adzan maghrib berkumandang. Gya mengajak Anya untuk kembali ke apartemen untuk menunaikan ibadah sholat.
****
Adrian berlari menyusuri lorong-lorong apartemen. Dari satu lantai ke lantai yang lain. Dari satu ruang ke ruang yang lain. Dia mencari Anya dan Gya. Adrian khawatir jika nantinya Anya bisa berbuat macam-macam dan bisa melukai Gyandra.
Lelaki itu tak ingin hal buruk terjadi pada Gya.
“Dimana, sih mereka ?”
Nasihat dari Baron memang berhasil membuat Adrian sadar bahwa tak seharusnya dia bersikap seperti itu pada Anya.
Saat dia kembali ke apartemen, Anya dan Gya sudah tidak ada. Hanya ada Elma dan Ziva yang sedang duduk berbincang di ruang tamu.
Jelas Adrian khawatir, meski terbilang berlebihan. Namun, memang itu adanya, dia mengkhawatirkan Gyandra. Saat ini kondisi Anya masih labil.
Sampai akhirnya matanya berhasil menangkap seseorang yang dia cari.
“Gyandra !” Adrian berlari menghampiri Gya dan Anya.
“Hai, Kak. Kak Adrian, ngapain lari-lari ?” Tanya Gya.
“Enggak apa-apa. Gue cari lo.”
Anya melihat sikap Adrian yang terlihat mengkhawatirkan Gya. Dia yakin ada perasaan berbeda yang yang dimiliki Adrian untuk Gyandra. Apalagi waktu itu, Adrian sempat membawa Gya ke Beryl Fashion.
“Adrian, gue minta maaf ya,” ucap Anya.
“Iya, gue juga minta maaf karena sikap gue. Jangan melakukan hal bodoh lagi ya.” Adrian menjabat tangan Anya. Senyum terurai di wajah keduanya.
“Janji, gue enggak akan melakukan itu lagi.” Jari kelingking Adrian dan Anya saling bertaut.
“Gitu dong. Damai itu indah.” Gya tersenyum melihat kebersamaan Anya dan Adrian.
****
Malam semakin larut. Kekuatan mata Elma sudah melemah, Gya masih sibuk di atas tempat tidur yang dipenuhi dengan kertas yang berserakan juga laptop. Supaya lebih semangat , Gya mengikat rambutnya ke belakang dengan karet gelang pemberian Akssa.