BERTEMU DENGANMU
Be the one Cafe
Gya, Baron, Elma dan Adrian masih berada di be the one cafe . Di saat sahabat-sahatnya asyik menikmati makanan dan cemilam, Gya sibuk dengan laptopnya.
"Gya, perasaan tugas lo enggak kelar-kelar," ucap Elma.
"Iya, sungguh sangat membosankan ! Revisi terus," jawab Gya sedikit kesal.
"Tugas apaan sih ?" tanya Adrian penasaran.
"Itu, bussines plan dari Pak Akssa."
"Oh, enggak apa-apa dong revisi terus pasti Gya seneng bisa ketemu terus sama tuh dosen," timpal Baron.
"Cie kayaknya selalu ada alasan nih biar bisa ketemu sama Pak Akssa," imbuh Elma.
"Ssttt ... " Gya meletakkan jari telunjuknya di bibir, meminta sahabatnya diam. Dia baru saja mendapat pesan dari Prof. Dr. dr. Mahendra, Sp. PD.
Prof. Mahendra adalah Ayah Adrian, dokter spesialis penyakit dalam. Beliau pernah menjadi dosen Fakultas Kedokteran juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran tetapi, saat ini selain menjadi dokter, beliau fokus untuk mengelola rumah sakit yang telah ia dirikan.
"Gya, nanti kalau kamu bertemu dengan Adrian. Tolong sampaikan padanya untuk mengangkat telepon dari saya." Begitulah isi pesan dari Prof. Mahendra.
"Ada apa sih Gya ?" tanya Baron melihat ekspresi wajah Gya yang serius setelah melihat handphone.
Gya tak menjelaskan apapun, dia justru meminta Adrian untuk ikut bersamanya. Keduanya berjalan meninggalkan Baron dan Elma menuju ke sudut ruangan.
"Ada apa sih ? Kenapa harus jauh-jauh dari Baron dan Elma ?"
Gya menghembuskan nafasnya panjang, kemudian memberikan ponselnya pada Adrian yang berisi pesan dari Prof. Mahendra.
"Ngapain sih dia kirim pesan ke lo segala."
"Ya, itu karena Prof. Mahendra tahu kalau aku sahabatnya Kak Adrian. Kenapa sih, Kakak enggak mau angkat telepon dari Prof. Mahendra ?"
Adrian mengembalikan ponsel Gya, "Paling cuma mau mau ngomong masalah tugas akhir, malas gue."
Berhubungan dengan tugas akhir memang membuat Adrian malas. Sampai saat ini, tugas akhir Adrian masih terkatung-katung pada BAB 3. Belum berlanjut, karena dia selalu absen bimbingan. Menjadi dokter bukan keinginan Adrian, dia hanya menuruti perintah ayahnya yang berambisi memiliki anak seorang dokter. Untung saja, Adrian tidak depresi karena paksaan itu.
“Gue lagi cari cara biar gue enggak jadi dokter.”
“Maksud, Kak Adrian apa sih ?” tanya Gya dengan menatap Adrian.
Adrian masih sibuk memainkan pot bunga berukuran kecil yang ada di meja, “Lo tahu kan, gue enggak punya cita-cita jadi dokter. Jangankan cita-cita, keinginan aja enggak punya. Capek gue harus jadi boneka.”
Sebagai satu-satunya anak lelaki dalam keluarga, Mahendra memang sangat berharap Adrian mampu mengikuti jejaknya. Bahkan demi keinginan sang Ayah Adrian harus menghilangkan rasa takutnya pada darah.
“Gue juga pengin kayak temen-temen gue, kayak lo, Elma, Baron yang bisa menentukan jalan hidupnya sendiri.”
Gya tak banyak bicara, dia hanya mendengar curahan hati Adrian.
“Selama ini, gue selalu ikutin apa kemauan bokap gue. Denger apa yang dia bilang, tapi gue juga mau didengerin. Sekali-kali turutin gitu keinginan gue," ucap Adrian kesal.
Adrian mengungkapkan segala keluh kesahnya pada Gya. Sudah cukup lama Adrian memendam ini sendiri.
“Udah, ngomelnya ?”