KENANGAN MANIS
Gya menahan air matanya keluar dan mengatur nafasnya kemudian dia kembali duduk di samping Adrian.
“Oh iya, nih buat lo.” Adrian mengeluarkan sapu tangan putih dimana di salah satu sudutnya terdapat bordir gambar bunga mawar dengan warna kuning.
“Ini apa, Kak ?”
“Kerudung,” jawab Adrian datar.
“Ini sapu tangan, mana ada kerudung sekecil ini.” Gya merespon Adrian dengan polosnya.
“Udah tahu itu sapu tangan, masih aja nanya ini apa.”
Gya mengamati sapu tangan pemberian Adrian.
“Gya, ke depan mungkin hidup lo akan lebih rumit. Semakin dewasa kita akan dihadapkan dengan masalah yang lebih berat dan gue enggak bisa janji akan selalu ada buat lo. Jadi, lo pakai sapu tangan itu buat menghapus air mata lo.”
Deg. Ucapan Adrian membuat Gya tertegun.
“Sebentar lagi lo akan menjadi milik orang lain. Lo simpan sapu tangan itu sebagai tanda persahabatan dari gue.”
Adrian sengaja memesan sapu tangan dengan bordir bunga mawar warna kuning, sebagai simbol persahabatan.
“Makasih, Kak.”
“Makasih doang, nih. Lo enggak ada keinginan buat kasih gue apa gitu ?” tanya Adrian.
Gya berpikir sejenak kemudian dia mengambil buku dari dalam tasnya.
“Ini buat Kak Adrian.” Gya memberikan buku dengan sampul berwarna hitam putih pada Adrian.
“Kenapa buku ? Lo kan tahu gue malas baca.”
“Ini bukan buku bacaan, ini buku daery. Selama ini Kak Adrian terlalu banyak memendam perasaan dan menyimpan cerita dalam hati. Ke depan mungkin aku enggak bisa menjadi pendengar yang baik untuk cerita Kakak, tapi dengan buku ini Kakak bisa menumpahkan segala hal yang Kakak rasa tanpa perlu bercerita,” jelas Gya.
“Cie, udah baikan.” Baron tiba-tiba datang menghampiri Adrian dan Gya disusul Elma yang langsung merangkul Gya.
“Siapa juga yang berantem ?” Adrian merespon santai.
“Ya, kalianlah siapa lagi ?” jawab Elma langsung.
Keempat sahabat itu menikmati waktu di pelataran masjid. Tak lupa mereka mengabadikan kebersamaan dengan berfoto bersama.