MARI SALING JATUH CINTA
Pagi-pagi buta tepatnya setelah subuh, Gya dan Akssa melakukan perjalanan dari tempat tinggal ayahnya, di daerah puncak menuju ke rumah baru yang akan mereka tempati yang terletak di Jakarta Selatan.
Sepanjang perjalanan Gya menikmati cemilan biji bunga matahari yang sengaja ia bawa untuk menghilangkan rasa kantuk. Akssa yang berada di sampingnya fokus menyetir, sesekali Gya melirik Akssa.
Dia berpikir, terkadang Akssa itu baik terkadang dingin. Terkadang dia ramah dan banyak bicara, tetapi terkadang dia bisa mendadak diam. Gya belum bisa memahami seperti apa sebenarnya Akssa, apalagi semalam Akssa tak tidur di kamar bersamanya. Saat ditanya, Akssa menjawab bahwa semalam dia ada di masjid. Gya merasa Akssa menghindar darinya.
Setelah hampir tiga jam perjalanan, sampailah mereka di bangunan rumah dengan dengan gaya american classic dua lantai yang dikelilingi pagar kayu berwarna putih. Akssa turun dari mobil dan membuka gerbang. Kemudian masuk kembali ke dalam mobil dan memarkirkan mobil ke dalam garasi.
“Kita sudah sampai.”
Gya turun dari mobil, dia senang melihat bangunan yang ada di depan matanya. Minimalis, tetapi unik. Simpel, tetapi elegan. Rasanya seperti sudah berada di Amerika saja. Ketika masuk ke dalam rumah, Gya disambut dengan begitu banyak interior yang begitu apik dengan warna monokrom. Lantainya terbuat dari marmer dengan motif kayu, dindingnya didominasi warna putih.
Atmosfer di dalam rumah terasa menyatu dengan alam, karena di beberapa sudut ruangan Akssa meletakkan bunga krisan beraneka warna untuk membantu membersihkan udara dalam ruangan. Di dekat ruang keluarga juga ada sebuah aquarium besar berisi ikan nirwana.
“Rumah ini saya persembahkan untuk kamu dan mulai sekarang rumah ini akan menjadi tempat tinggal kita.”
“Amazing, Pak.” Satu kata yang bisa Gya ucapkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah barunya.
“Ada dua lantai, kamu pilih tinggal di lantai 1 atau 2 ?”
Pertanyaan Akssa membuat Gya heran.
“Kenapa harus memilih ?”
“Kalau kamu di lantai 1 saya di lantai 2, kalau kamu lantai 2 saya lantai 1.”
“Kenapa harus sendiri-sendiri ? Kalau berdua itu lebih baik,” Gya melontarkan pertanyaan yang membuat Akssa terdiam.
Akssa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Kalau begitu, kamu di lantai 2 saya lantai 1.”
Gya memprotes Akssa, “Katanya tadi Gya disuruh memilih, kok jadi Pak Akssa yang milih ?”
“Karena di lantai 1 ada ruang kerja saya, jadi biar lebih mudah saya di lantai 1 dan kamu di lantai 2. Oke ?”
Akssa mengantar Gya ke kamarnya yang berada di lantai 2, keduanya melewati anak tangga dengan model leter L.
Gya terkesima ketika sampai di dalam kamar dengan warna pink soft. Ruang kamar itu begitu rapi, dengan fasilitas yang lengkap. Sebuah meja kerja yang menghadap ke jendela, di dalam kamar juga terdapat ruang wardrobe dan kamar mandi dalam.
“Kurang TV sama AC ya Pak,” celetuk Gya yang melihat setiap sudut ruang kamarnya.
“Pertama, saya sengaja tidak meletakkan televisi di dalam kamar, karena kamar digunakan untuk istirahat bukan untuk nonton televisi. Kedua, di rumah ini tidak ada AC karena saya lebih suka dengan AC alami jadi kamu kalau gerah tinggal buka jendela.” jelas Akssa.
Akssa meletakkan dua koper milik Gya. “Kamu rapikan barang-barang kamu. Saya mau ke rooftop.”
****
Gya merapikan beberapa baju dan accesories miliknya ke dalam lemari yang berada di ruang wardrobe. Setelah memastikan semua tertata dengan rapi. Gya menyusul Akssa yang sudah berada di rooftop.
Lelaki itu berdiri menatap keluar. Gya mendekati suaminya. Pemandangan dari lantai 2 yang indah dimana rumah-rumah terlihat berjajar rapi, Akssa menikmatinya sampai tak menyadari kehadiran sang istri.