DI BAWAH PAYUNG YANG SAMA
Pagi ini hujan kembali mengguyur Jakarta Selatan. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Gya harus segera sampai ke kampus begitu pula dengan Akssa yang harus memberi materi pada mahasiswanya jam 11.00 WIB.
Akssa sudah berada di depan pintu kamar Gya. “Gya ... di luar hujan, kamu berangkat sama saya saja.”
“Enggak usah, Gya naik taksi online aja,” ucap Gya dari dalam kamarnya.
Tak berselang lama, Gya keluar dari kamar. Akssa yang masih berada di depan pintu, melihat penampilan Gya dari atas ke bawah disusul dengan senyuman di wajahnya.
“Pak Akssa, kenapa ? Ada yang aneh sama Gya ?”
Akssa mengelengkan kepala. “Enggak ... enggak ada yang aneh sama kamu. Justru, kamu lebih cantik dengan kerudung kamu. Tapi...”
“Tapi, apa ?” Gya mengernyitkan dahi.
“Rame ya, warna-warni.” Akssa memberi komentar pada penampilan Gya dengan atasan blouse warna merah bata dipadukan palazzo pants warna putih dan kerudung warna cokelat tua, “Gyandra kamu kan mahasiswa fashion designer masak enggak bisa mix and match penampilan kamu ?”
“Bukannya gitu Pak Akssa, Gya kan emang lagi belajar buat berhijab. Tadinya Gya mau kasih kerudung warna putih, tapi Gya enggak punya. Warna kerudung Gya terbatas jadi susah buat mix and match warna,” jelas Gya.
“Ya, udah ayo masuk. Saya bantu pilih.” Akssa menggiring Gya ke ruang wardrobe yang berada di sisi kanan kamar Gya.
Akssa mengamati isi wardrobe Gya, “Nih kamu bisa pakai overall dress warna putih ini, terus kamu padu padankan sama kemeja abu-abu sebagai outer-nya. Jadi simpel tapi match.” Akssa mengambil overall dress dan kemeja abu-abu yang menggantung di lemari.
Gya hanya memperhatikan Akssa yang sibuk memilih outfit untuknya.
“Kamu pakai kerudung warna hitam saja.” Akssa mengambil kerudung dari dalam lemari, lelaki itu juga terkejut ketika melihat lemari kerudung Gya yang hanya diisi tiga kerudung, warna cokelat tua, cream dan hitam, “Kamu cuma punya tiga kerudung ini ?” tanya Akssa, heran.
Gya mengangguk.
“Ya sudah, sekarang kamu ganti outfit kamu dengan outfit yang sudah saya pilihkan.”
Gya kembali mengangguk dan Akssa keluar dari kamar Gya, menunggu istrinya di ruang tengah.
Lima menit berlalu, Gya turun dari tangga. Akssa yang melihatnya, menunjukkan senyum sumringah. “Perfect. Gitu kan tambah cantik,” puji Akssa membuat Gya tersipu malu mendengarnya. “Makasih, Pak Akssa jangan muji Gya terus. Kalau jantung Gya copot gimana ? Pak Akssa mau tanggung jawab ?”
“Kenapa copot ?”
Gya cengingisan. Jantung Gya sulit dikendalikan setiap berhadapan dengan Akssa. Apalagi mendengar pujian keluar dari bibir Akssa. Melayang sudah perasaan Gya.
“Tapi, saya serius. Kamu lebih cantik pakai kerudung. Semoga kamu bisa istiqomah dan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.”
“Aamiin. Pak Akssa juga janji untuk membimbing Gya menjadi lebih baik lagi.”