ATMOSFER BARU
Kehadiran Nilam, di rumah Akssa dan Gya memberi atmosfer berbeda. Akssa mulai terbiasa dengan kehadiran Gya. Dia juga mulai terbiasa tidur di kamar yang sama dengan Gya, meski ada guling yang menjadi pembatas di antara keduanya. Terkadang Akssa marah pada Gya yang pelupa dan berantakan. Ambil barang dari mana dan dikembalikan bukan pada tempatnya. Membuat Akssa yang sangat mencintai kerapian sering mengeluh.
Begitu pula dengan Gya yang sering mengeluh, karena menurutnya definisi rapi yang dimiliki Akssa terlalu tinggi. Di mana setiap hari semua harus rapi dan bersih. Menurut Gya sudah rapi, menurut Akssa belum rapi. Walhasil, Gya menyerahkan kebersihan kamar pada Akssa.
Bukan hanya atmosfer, Akssa pun sudah terbiasa memanggil Gya dengan panggilan Sayang. Sedangkan Gya memanggilnya Mas Al, semua itu juga karena Nilam. Adik iparnya itu meminta Gya untuk memanggil Akssa dengan panggilan sayang, karena mereka sudah menikah, tetapi Gya enggan. “Panggil Pak Akssa, kalau di kampus, kalau di rumah beda lagi.” Begitu kiranya ucapan Nilam yang membuat Gya memutuskan untuk memanggil Akssa dengan panggilan Mas Al.
Tadinya, panggilan sayang yang diberikan Akssa hanya diucapkan di depan Nilam dan kedua orang tuanya. Namun, semakin lama mulut Akssa tak bisa dikendalikan setiap ingin berbicara pada istrinya, dia spontan memanggil Gya dengan sebutan sayang. Meski, terkadang Gya bimbang, apakah panggilan itu tulus dari dalam hati Akssa atau hanya sebuah sandiwara ? Entahlah, yang jelas ada kemajuan dalam hubungannya dengan Akssa.
Seperti pagi ini, sebelum berangkat ke Beryl Fashion, Gya dan Akssa masak bersama. Akssa meminta Gya untuk mencicipi masakannya tanpa sungkan dia menyuapi istrinya. “Enak enggak ?”
Gya membuka mulutnya dan merasakan soto buatan Akssa. “Enak.”
“Waduh, kalian kompak banget sih,” celetuk Nilam yang sudah berada di meja makan menunggu makanan datang. “Menurut Nilam kalian harus buat restaurant gitu, secara kalian sama-sama suka masak.”
Akssa datang membawa kuah soto yang berada di mangkok besar disusul Gya yang membawa satu piring ayam yang sudah dibumbu kuning.
“Abang masih fokus sama gerai teh dek.”
“Iya, deh yang semakin hari semakin digandrungi masyarakat. Dimana-mana diomongin, jadi iri sama tehnya,” canda Nilam.
Akssa mengacak rambut adiknya. “Iri sama teh.” Gya tersenyum melihat Akssa dan Nilam.
“Tapi, ya dulu itu temen-temen Nilam suka bilang, yuk ngopi yuk sekarang yuk ngeteh yuk.”
“Bisa aja kamu, Nilam.” timpal Gya.
Kehangatan di rumah Akssa dan Gya semakin terasa semenjak adanya Nilam. Anak remaja yang penuh dengan semangat dan ambisi positif itu selalu membuat Akssa dan Gya bersatu meski sebelumnya bertengkar.
****
Selain menjadi bussines man, Akssa kini sibuk menjadi sopir untuk Gya dan Nilam. Setelah mengantar Nilam ke sekolah, Akssa mengantar Gya ke Beryl Fashion. Barulah dia pergi ke kantor.
Gya berjalan memasuki, ruang meeting. Hari ini dia ada meeting dengan beberapa divisi diantaranya tim fashion designer, creative director, merchandiser juga Ziva selaku CEO. Mereka akan membicarakan perihal produk yang akan diluncurkan tepat di hari ulang tahun Beryl Fashion ke lima.
Pagi ini, selain Gya ada Bianca yang akan mempresentasikan ide miliknya. Bianca diberi kesempatan pertama untuk menjelaskan.
Semua mata tertuju pada Bianca termasuk Gya. Bianca memang pandai dalam presentasi, membuat Gya gugup dan cemas, tetapi Gya mencoba memupuk rasa percaya diri karena dia sudah mempersiapkan semua materi juga gambar desain baju yang akan dia presentasikan. Jika, idenya disetujui maka kemungkinan besar dia akan dapat menitih karir di Beryl Fashion alias menjadi karyawan tetap disana.
Namun, meteri yang disampaikan Bianca membuat lamunan Gya perihal karirnya, menghilang. Ide yang dimiliki Bianca sama persis dengan materi yang Gya persiapkan. Bianca benar-benar licik. Diam-diam dia mengambil data milik Gya yang ada di dalam laptop.