BERTAMU
Akssa, Gya dan Nilam sudah berada di depan kediaman Prof. Mahendra. Mereka datang atas undangan Prof. Mahendra untuk makan malam bersama. Gya dan Nilam terlihat anggun, keduanya mengenakan long dress warna pink pastel pemberian Akssa dengan hijab pashmina warna mocca. Sedangkan Akssa terlihat tampan dengan kemeja lengan panjang warna mocca.
Di tempat parkir, berjajar mobil mewah keluaran terbaru. Salah satunya adalah mobil jeep, milik Adrian. Sudah pasti, ada Adrian karena memang ini adalah rumah orang tuanya.
Akssa menekan bel rumah, setelah melewati beberapa anak tangga untuk sampai di depan pintu. Dua orang yang memakai seragam berwarna hitam dan putih membuka pintu utama. “Selamat datang, Tuan dan Nyonya Mahendra sudah menunggu. Mari, silahkan.” Kedua orang itu memberi petunjuk jalan pada Akssa, Gya dan Nilam.
Nilam mengamati sekeliling, masuk ke dalam rumah mewah itu sudah seperti masuk ke dalam hotel, bayangkan saja setiap tamu yang datang akan di sambut oleh pelayan yang mengenakan seragam. Kesan mewah begitu terasa pada rumah yang dihiasi warna gold. Tangga yang menghubungkan dengan lantai dua dilapisi karpet merah dan di beberapa sudut terdapat guci berukuran besar.
“Selamat datang, Pak Akssa.” Prof. Mahendra menjabat tangan Akssa dan memeluknya. Terlihat jelas kedekatan di antara keduanya. Ini semua di luar dugaan, Gya juga tak menyangka jika Akssa dekat dengan keluarga Mahendra termasuk dengan Adrian dan Ziva. Selama ini, di kampus Adrian dan Akssa tak pernah memperlihatkan kedekatan itu.
Gya juga bertemu dengan Dona atau Nyonya Mahendra, istri dari Prof. Mahendra. Beliau juga bersalaman dengan Gya, “Ayo kita langsung menikmati hidangan.”
Akssa, Gya dan Nilam pun mengikuti Prof. Mahendra dan istrinya, Gya celingukan sedari tadi mencari sosok Adrian. Apa jadinya jika sahabatnya itu tahu, Gya sedang berada di rumahnya ?
“Malam ini kita makan serba ayam, karena saya tahu Pak Akssa itu lebih suka daging ayam dari pada daging sapi. Tapi, untuk yang suka daging sapi tadi juga saya sudah siapkan sate maranggi. Ayo, silahkan dicoba,” ucap Dona.
“Mah, Adrian sama Ziva mana kok belum keluar ?” tanya Prof. Mahendra pada istrinya.
Mendengar nama Adrian, Gya yang sedang meminum jus jeruk tersedak. Akssa dengan cekatan mengusap punggung istrinya. Gya pikir Adrian tidak ada di rumah. Ternyata dia belum keluar dari kamar.
****
Setelah menunggu beberapa saat, Adrian dan Ziva muncul. Adrian datang dengan mengenakan celana jeans pendek dan kaos oblong hitam, lelaki itu memang berpenampilan apa adanya. Toh, ini hanya acara makan malam biasa. Pikirnya. Berbeda dengan Ziva yang terlihat anggun dan cantik dengan balutan dress motif bunga.
“Nah, ini yang ditunggu-tunggu. Ini, dua anak kebanggaan saya.” Prof. Mahendra tertawa renyah menyambut anak-anaknya.
Adrian, menjabat tangan Akssa. Ziva juga menghampiri Gya, mencium pipi kanan dan kiri kemudian memeluknya. Begitulah, Ziva jika bertemu seseorang yang telah dianggap sebagai orang terdekatnya. Dia akan memeluk orang itu.
Ziva mengambil tempat duduk di samping Adrian. Sedangkan, Adrian merasa apes karena duduk tepat di depan Nilam.
“Ayo silahkan dinikmati. Momen kayak gini itu jarang terjadi, bisa makan malam bersama keluarga dan tamu spesial,” ujar Ziva. Memang sudah lama Ziva tak menikmati makan malam bersama keluarganya dan berbincang dengan orang tuanya, karena terlalu sibuk memikirkan Beryl Fashion.
“Kami juga senang bisa berkunjung ke rumah Kak Ziva,” jawab Gya.
Adrian memilih untuk mengambil makanan, dari pada harus basa basi. Dia mengambil rica-rica ayam, bersamaan dengan Nilam. “Eh, gue duluan ya !” ketus Adrian dengan tatapan tajam.
“Nilam duluan.” tatapan Adrian tidak membuat Nilam takut, dia justru menarik irus yang ada di tangan Adrian dan menepuk punggung tangan lelaki itu.
“Enggak bisa ! Gue dulu !”
“Kak Adrian. Dimana-mana itu ladies first.”
“Tapi, disini enggak. Disini itu cowok yang pertama. Jadi, gue dulu !” tepis Adrian.
“Nilam dulu !”
“Adrian dulu !”
Semua mengarahkan pandangan pada dua anak muda itu, dua-duanya keras kepala tidak ada yang mau mengalah. Beberapa kali Prof. Mahendra memanggil nama Adrian, karena merasa anaknya itu bersikap tidak sopan dengan tamu, tetapi percuma karena Adrian tak menghiraukannya.
Ziva memicingkan mata, muak dengan adegan yang di lihatnya. Wanita itu seketika berdiri dan merebut irus yang diperebutkan Adrian dan Nilam, “Kalian ini kan udah gede, enggak usah rebutan. Sini biar aku aja yang ambilin buat kalian.” Ziva mengambil rica-rica untuk Nilam kemudian untuk Adrian.
“Saya itu, senang mendapat udangan pernikahan dari Pak Akssa. Tapi, maaf karena saya tidak bisa hadir.”
“Tidak apa-apa Prof.”
“Saya juga sebenarnya udah enggak sabar Pak Akssa, untuk mantu terus menimang cucu. Tapi, entah saya juga tidak tahu kapan anak perempuan saya mau melepas masa lajangnya,” ucap Mahendra sembari melirik Ziva.
“Perjalanan Ziva masih panjang Pah, Ziva masih ingin fokus dengan karir.”
“Benar itu sayang, kamu harus fokus sama karir. Jangan buru-buru nikah. Kalau udah nikah itu pasti susah untuk mengejar mimpi. Terlalu banyak batasan. Lagi pula kamu juga harus pilih-pilih calon suami jangan sembarangan. Minimal status sosialnya harus sama dengan kita.” timpal Dona.