SAD STORY
Gya sudah berada di ruang tunggu rumah sakit, tepatnya di depan ruang praktik kandungan. Dia duduk sendiri. Terasa sepi, padahal beberapa orang berlalu lalang di koridor rumah sakit. Dia menunduk seraya memijat keningnya, membayangkan peristiwa yang baru saja dia alami dengan Akssa. Begitu berartinya sosok Aya bagi Akssa, sampai dia begitu marah ketika tahu Gya membuang segala kenangan tentang Aya.
Gya terdiam mencoba menimbang, memikirkan keputusan terbaik untuk hubungan keduanya. Namun, Gya sadar di saat seperti ini bukan saatnya untuk membuat keputusan. Dirinya masih dikuasai amarah begitu pula dengan Akssa. Marah, kecewa, benci, bingung, semua berpadu menjadi satu dalam pikiran Gya. Tak terasa tangis kembali membasahi pipinya.
Gya membuka kembali potret pernikahannya bersama Akssa yang dia jadikan sebagai wallpaper. Terlihat jelas kebahagiaan di antara keduanya, senyum merekah di wajah Akssa. Saat itu Gya menaruh harapan besar pada sosok Akssa, segala angan tentang Akssa tertanam dalam pikirnya. Sebuah pernikahan yang harmonis juga kehidupan rumah tangga yang penuh cinta dan kasih sayang. Semua terbayang dalam benaknya. Namun, nampaknya Gya terlalu memberi ekspektasi tinggi pada hatinya. Hingga tanpa disadari, secara tidak langsung dia sudah menyakiti dirinya sendiri.
Gya membuka layar ponselnya yang terkunci, kemudian membuka galery dan mengganti wallpaper ponselnya dengan gambar mawar merah.
“Kenapa diganti ?” tanya Elma yang sedari tadi sudah duduk di samping Gya.
Gya terlihat gugup, dia segera menyeka air mata dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. “Kamu udah selesai ?”
“Udah dari tadi kali. Kemana aja lo ? Gue duduk disini aja udah lama.” Elma terus memandang wajah sahabatnya, dia merasa iba melihat kondisi Gya saat ini.
“Oh.” Gya mencoba mengurai senyum.
Mata Elma menelisik tajam, mencoba mencari tahu permasalahan yang sedang dihadapi sahabatnya. “Lo enggak mau berbagi cerita gitu sama gue ? Ya, gue tahu gue enggak akan bisa kasih solusi, tapi setidaknya beban di pundak lo itu berkurang.”
“Aku enggak apa-apa kok, Ma.” Gya berusaha tersenyum.
“Yakin ? Gue sih enggak yakin lo baik-baik aja.” Elma dapat membaca raut wajah Gya, mereka sudah cukup lama bersahabat bahkan tinggal bersama. Gya tak bisa membohongi Elma, meski dia berkata dirinya baik-baik saja, tetapi Elma tahu ada yang sedang dipendam oleh Gya.
Gya mengangguk. “Oh iya, gimana kata dokter ?”
“Ya, dokter menyarankan gue dan Nuka enggak boleh terlalu capek.”
Elma dan Nuka memang ingin menjalankan program hamil. Mereka ingin segera memiliki momongan. “Biar nanti kalau anaknya udah gede, gue juga masih muda. Jadi, bisa kayak kakak-adik gitu.” Begitulah kiranya alasan Elma.
“Kalau gitu, aku doakan semoga program yang kalian jalankan berhasil.”
“Aamiin.”
****
Akssa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya sedang kalut, perasaannya sedang gundah. Ini memang tidak baik, tetapi terkadang mengendarai mobil dapat menjadi pelampiasan Akssa untuk menumpahkan segala emosi.
Tak henti-hentinya, dia merutuki diri. Mengapa dia harus bersikap begitu keras pada Gya ? Namun, Akssa memang tidak suka ada orang yang mengusik barang-barang pribadinya termasuk box berisi foto juga surat dari masa lalunya, Aya.
Akssa terus menginjak pedal gas, bayangan tentang Gya menguasai pikirannya. Tentang pertemuan keduanya hingga takdir mempersatukan mereka dalam ikatan pernikahan. Semua ini tak mudah bagi Akssa dan begitu sulit bagi Gya.
Lamunan Akssa berhenti tatkala suara adzan berkumandang dari ponselnya. Akssa memang sengaja, mengaktifkan pengingat waktu sholat dalam ponselnya. Lelaki itu memilih menepikan mobilnya seraya mendengar kumandang adzan.
Dalam hati, Akssa melantunkan istighfar. Kemudian Akssa kembali melajukan mobilnya dan mencari keberadaan masjid terdekat. Dia ingin menjalankan ibadah sholat dhuhur juga menenangkan hati.
****
Gya dan Elma baru saja beranjak dari tempat duduknya ketika Nuka datang dengan terengah-engah. Suami Elma itu berlari dari tempat parkir untuk menemui Elma.
“Kak Nuka.” Gya terkejut dengan kedatangan Nuka, pasalnya Elma bilang Nuka tidak bisa mengantarnya ke rumah sakit sehingga dia meminta Gya untuk menemani.
Wajah Elma terlihat tak suka dengan kedatangan Nuka, tak ada senyum di wajahnya. Justru dia memalingkan wajah.
“Gya.” sapa Buka pada Gya.
Kemudian Nuka mendekati Elma dengan berdiri di sela tubuh Elma dan Gya, membuat Gya melangkah mundur. “Sayang maafin aku ya, aku kan udah bilang aku akan antar kamu setelah selesai meeting.”
“Iya, tapi kan kamu janji hari ini quality time sama aku. Katanya ambil cuti, masih aja sibuk kerja. Aku itu enggak minta apa-apa, aku cuma minta waktu kamu kok.” Elma mengerucutkan bibirnya dan memicingkan mata.