Untuk Suamiku
Mendengar pertanyaan Gya, Bianca meminta Gya untuk duduk. Karena, penjelasan yang akan Bianca sampaikan akan menguras energi dan perasaan Gyandra.
“Tentang Kak Akssa dan Kak Anya, tentang Al dan Aya. Mereka adalah orang yang sama dengan kisah yang sama. Dulu Kak Akssa dan Kak Anya itu sepasang kekasih. Meskipun sebelumnya hubungan mereka tidak mendapat restu dari orang tua Kak Akssa, tapi seiring berjalannya waktu restu itu mereka dapat. Sampai akhirnya mereka hampir saja menikah. Tetapi, gagal karena Kak Anya menghilang saat hari pernikahan.”
“Kenapa Kak Anya menghilang ? Apa dia sudah tidak mencintai Kak Akssa ?” Gya kembali mencari tahu.
“Bukan karena enggak cinta, tapi karena cinta. Sebelum hari H pernikahan Kak Anya jatuh sampai membuat dia lumpuh. Dia menyembunyikan semua itu dari Kak Akssa, Kak Anya menghilang begitu saja. Tanpa kabar, tanpa alasan yang jelas. Padahal sebenarnya kepergian dia itu supaya Kak Akssa bisa move on dari Kak Anya. Dia enggak mau Kak Akssa memiliki pasangan yang lumpuh.”
Gya masih mendengarkan cerita yang Bianca sampaikan dengan baik.
“Setelah kejadian itu, Kak Akssa yang sakit hati berubah jadi pendiam. Dia menutup diri dari lingkungan pertemanannya dan lebih mendalami tentang ilmu agama. Bukan hanya menutup diri, tetapi juga hatinya. Makannya gue kaget waktu tahu Kak Akssa mau nikah sama lo. Setahu gue enggak mudah untuk meluluhkan hati seorang Akssa, tapi lo bisa.”
“Kenapa kamu bisa tahu semua tentang Kak Akssa ?”
Bianca mengusap lengan tangan Gya, “Jangan salah paham dulu. Gue tahu semua tentang Kak Akssa, karena Kak Anya yang minta ke gue untuk mencari tahu tentang Akssa termasuk memberi surat juga bunga sebagai tanda permintaan maaf Anya ke Akssa karena udah buat dia kecewa dan malu.”
Gya hanya bisa diam mendengar semua cerita yang disampaikan Anya.
“Apa, mereka masih berhubungan sampai sekarang ?”
“Jujur, gue enggak tahu. Terakhir, gue, Kak Anya dan Kak Akssa ketemu di Surabaya. Waktu itu gue sama Anya datang ke grand opening, gerai tehnya Kak Akssa sekalian Anya mau fisioterapi disana.”
Gya ingat, Akssa memang pernah ke Surabaya. Namun, Akssa tak pernah mengatakan jika dia bertemu dengan Anya dan Bianca. Gya masih mematung, telinganya terasa panas mendengar semua cerita Bianca. Dia menyeka air mata yang perlahan keluar.
“Sorry, gue enggak bermaksud buat lo sedih. Lo sendiri yang minta gue cerita dan gue rasa, lo berhak tahu tentang semua.” ujar Bianca.
“Enggak apa-apa, oh iya sejak kapan mereka berkomunikasi lagi ?”
“Sejak, tulisan Elma viral dan masih berada di platform digital sampai akhirnya tulisan itu terbit jadi buku. Kak Akssa tahu cerita yang ditulis Elma adalah kisah tentang dia dan Kak Anya. Sejak saat itu, mereka mulai komunikasi lagi dan Kak Akssa sering mengantar Kak Anya buat fisioterapi juga bantu gue buat ngurus segala kebutuhan Kak Anya.”
Gya diam, dia berpikir sejenak. Jika, cerita yang ditulis Elma adalah kisah tentang Akssa dan Anya. Apa Elma tahu, bahwa tokoh lelaki dalam ceritanya adalah Akssa ? Lalu, bagaimana dengan Adrian ? Lelaki itu yang pertama kali memperkenalkan Anya pada Gya dan dia begitu dekat sekali dengan Anya, apa Adrian sudah mengetahui tentang semua ini ? Semua pertanyaan itu membuat kepala Gya pening.
Seketika dia berlinangan air mata, Gya merasa seperti orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. Dia kecewa, ketika harus mendengar kenyataan dari Bianca, seorang yang selama ini menganggapnya musuh bukan dari suaminya sendiri atau sahabatnya. Mengapa Akssa tak berkata jujur ? Mengapa harus menutupi semua ? Mengapa Adrian dan Elma tak menceritakan apa yang terjadi ?
“Sabar ya Gya. Gue minta maaf, karena udah buat lo nangis.”
Gya menggeleng pelan, “Harusnya aku yang minta maaf, Bi. Karena, sebelum aku tahu semuanya aku pikir kamu adalah Aya. Masa lalu Mas Al. Aku pikir kamu suka dan cinta sama Mas Al.”
“Gya, gue enggak pernah suka sama Mas Al. Satu-satunya orang yang gue suka itu cuma Kak Adrian. Ya, walaupun gue tahu dia enggak akan suka sama gue. By the way, lo jadi gue antar ke Stasiun ?”
“Jadi.”
Bianca memberi Gya tisu, “Nih lo lap dulu air mata lo, gue enggak mau dikira orang jahat karena udah bikin lo nangis.”