GYA HILANG
Pagi ini, Adrian sudah tampil dengan rapi. Dia mengenakan celana kain berwarna hitam dan kemeja putih yang dibalut dengan jas almamater. Kali ini dia tak memakai sneakers, melainkan sepatu pantofel. Sebenarnya, ini bukan style Adrian. Tetapi, karena ini syarat untuk mengikuti sidang skripsi, mau tidak mau dia ikuti.
Pukul 08.00 WIB Adrian sudah berada di depan ruang sidang, menunggu giliran untuk masuk. Dia berjalan kesana kemari, layaknya sebuah setrika. Sesekali dia melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
Baron yang melihat sahabatnya gugup mencoba menenangkan Adrian, “Santai aja bro, anggap aja nanti lo itu lagi ngobrol sama gue bukan sama dosen. Jadi, ngalir aja kagak usah dipikirin sampai muka lo enggak enak gitu.”
“Siapa juga yang mikirin ujian ?” jawab Adrian masih dengan wajah yang panik.
“Terus Kak Adrian, kenapa enggak tenang gitu ?” tanya Elma penasaran.
“Kok Gya belum datang sih ? Masak dia enggak datang ke sidang gue.”
“Tau, di grup dia juga enggak komen apa-apa. WA-nya terakhir dibuka kemarin jam dua siang.” timpal Elma yang tak mendengar kabar dari Gya.
“Kenapa ya, dia ?” Adrian merasa gelisah tak mendengar kabar Gya. Tidak biasanya, Gya seperti ini.
“Adrian Mahendra.”
“Udah, tenang. Pasti Gya baik-baik aja. Tuh nama lo udah dipanggil, mending lo masuk. Tenang aja pasti Gya datang kok.” ucap Baron seraya memeluk dan memberi doa untuk sahabatnya, “Sukses ya buat sidangnya, semoga lancar.”
Adrian berjalan masuk ke dalam ruangan.
****
Satu jam berlalu, Adrian keluar dari ruang sidang dengan sambutan yang meriah dari teman dan sahabatnya. Dia lulus. Adrian digendong dan diarak layaknya seorang pemain sepak bola yang berhasil membobol gawang lawan dengan tendangan mautnya. Atmosfer kebahagiaan begitu terasa disana.
Namun bagi Adrian, kebahagiaan ini tetap kurang tanpa adanya Gya. Adrian menengok sekitar, Gya benar-benar tidak datang. Dia merasa ada yang kurang, Adrian benar-benar ingin Gya ada disampingnya saat ini.
Tak berselang lama, ketika Adrian sibuk mengabadikan momen dengan foto bersama ponselnya berdering. Ziva meneleponnya.
“Halo, Kak. Ada apa tumben telepon ? Mau kasih selamat ke gue ? BTW Gue udah selesai sidang nih, lo harus kasih hadiah ke gue.” ucap Adrian seraya menarik ujung kerah kemejanya, merasa bangga dengan hal yang baru saja dia capai.
“Oh, lo sidang hari ini ? Kenapa enggak cerita, kan gue bisa datang support lo. Congratulation, ya. Tapi, maaf banget sebenarnya gue itu telepon lo bukan untuk kasih ucapan.” ucap Ziva di ujung telepon.
“Terus ?”
“Gue mau tanya, Gya itu kenapa ya ? Kok mengundurkan diri gitu aja, kan kontrak kerjanya masih jalan. Seharusnya dia itu masih harus magang terus setelah itu, dia gue angkat jadi karyawan tetap.”
Mendengar hal itu, raut bahagia di wajah Adrian hilang. Dia memutuskan untuk pergi ke tempat yang sepi. Jauh dari kerubungan orang-orang, “Maksud lo apa, Gya mengundurkan diri ? Enggak mungkinlah, kerja di Beryl Fashion itu impiannya dia. Enggak mungkin dia mengundurkan diri gitu aja.”
“Kenyataannya gitu, dia baru aja telepon gue. Gue kecewa sih, kenapa dia mengundurkan diri via telepon. Kenapa enggak ketemu gue langsung ?”
Adrian yang merasa ada yang aneh dengan sikap Gya, mematikan teleponnya. Dia kemudian menelepon Gya, tetapi nomor Gya tidak aktif. Tidak mungkin Gyandra bersikap semaunya seperti ini, pasti ada alasan dibalik sikapnya.
Adrian diliputi rasa khawatir, dia memutuskan untuk kembali menemui Baron juga Elma. Tetapi, Bianca menahannya, “Kak Adrian, happy graduation.” bucket bunga berwarna merah diberikan wanita itu untuk Adrian.
“Makasih” Adrian menerimanya. Namun, sikapnya masih dingin pada Bianca, sepertinya memang tak ada kesempatan untuk Bianca bisa memiliki Adrian, “Gue kesana dulu.” Adrian menunjuk ke arah sahabatnya.
“Kak Adrian, tunggu.” Bianca menahan lengan tangan Adrian.
Di sudut lain, Elma yang merasa curiga dengan Adrian berusaha mengikuti sahabatnya itu. Sikap Adrian yang tiba-tiba pergi, memberi tanda tanya dala pikiran Elma. Benar saja, matanya menangkap Adrian yang sedang berbincang dengan Bianca. Elma pun berusaha mendekat dan bersembunyi di balik tembok, diam-diam dia mendengarkan percakapan diantara dua orang itu.
“Kak Adrian dapat salam dari Gya.”
Adrian menoleh pada Bianca, dia menatap wanita itu penuh tanya, “Gya ? Lo ketemu sama dia ?”
Bianca mengangguk pelan.
"Kapan ?"
"Kemarin." jawab Bianca singkat.
“Lo tahu dimana, Gya ?”