TANPA TAPI

Rahma Pangestuti
Chapter #50

RINDU

RINDU

Elma, Nuka, Baron dan Adrian sedang berada di be the one cafe. Masih membahas hal yang sama yaitu keberadaan Gya. Mereka ingin bertanya pada Akssa, tetapi lelaki itu tak bisa dihubungi.

"Pasti Gya marah banget sama gue sampai-sampai dia enggak angkat telepon gue." ucap Elma, penuh penyesalan, "Seharusnya gue enggak mau tulis kisahnya Kak Anya."

"Udahlah Sayang, semua sudah terjadi. Ya, mungkin saat ini Gya butuh waktu untuk sendiri." Nuka mengusap kepala Elma yang bersandar di bahunya.

"Bener kata Nuka, Gya butuh waktu untuk sendiri. Biarin dia tenang dulu." ucap Baron setelah menyeruput kopi hitam yang ada di depannya.

Adrian tak bisa berkata apa-apa. Namun, pikirannya begitu riuh memikirkan keadaan Gya.

****

Baru beberapa hari di Jogja, Gya sudah rindu dengan Jakarta tepatnya merindukan Akssa. Tak bisa dipungkiri, Gya memang sudah jatuh cinta dengan lelaki itu. Beberapa kali Gya membuka galeri, memandang foto suaminya kemudian mengembalikannya lagi.

“Gya, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu dan aku itu sama. Sama-sama diuji rasa kepercayaan pada pasangan. Aku diuji karena suamiku merantau, kamu diuji ketika suamimu ketemu mantan.” Zahra tersenyum.

 “Gya tak kasih tahu ya, bukannya aku itu sok tahu. Tapi, kata Ibukku kalau ada masalah sama suami itu jangan dihindari, tapi diselesaikan cari solusi yang terbaik.” Zahra meletakkan secangkir teh di depan Gya, seraya menasihati Gya dengan logat jawa yang khas. Zahra adalah tetangga sekaligus sahabat Gya di Jogja. Meski sudah lama tak bertemu dan jarang berkomunikasi, tetapi ikatan diantara keduanya begitu kuat.

“Kamu itu jangan suudzon dulu sama suamimu. Siapa tahu dia itu ada keperluan sama mantannya, jadi mereka ketemu.” jelas Zahra.

“Tapi, kenapa enggak bilang ke aku ?”

“Ya, enggak tahu juga. Tapi, coba kamu pikir lagi, dengan kamu pergi dari rumah, bukannya malah memberi celah untuk suamimu dan mantannya ? Mereka jadi tambah deket, bisa-bisa CLBK.”

“Astaghfirullahaladzim, Zahra. Jangan ngomong gitu, aku itu cerita ke kamu untuk mengurangi beban pikiran aku bukan untuk menambah beban pikiran.”

“Aku ngomong fakta. Kalau ada kamu aja suamimu berani ketemu mantannya apalagi enggak ada kamu. Dia bisa leluasa, itu mantannya pasti besar kepala merasa menang. Kalau saranku, harusnya kamu itu tetap disana, perjuangkan keutuhan rumah tanggamu. Kamu itu lebih berhak atas Mas Akssa dari pada mantannya.”

 Gya menyeruput teh hangat buatan Zahra dan masih terdiam mencerna ucapan sahabatnya. Gya memang sengaja bercerita pada Zahra, dia berharap Zahra bisa menilai permasalahan ini dengan netral tanpa memihak dirinya juga Akssa. Toh, selama ini Zahra orang yang dapat dipercaya.

Ponsel Gya bergetar, terlihat nama Adrian muncul di layar. Belakangan, Gya memang mendapat telepon dari sahabat-sahabatnya, tetapi dia enggan mengangkat. Gya ingin menenangkan pikiran.

“Enggak diangkat ? Kayaknya sahabatmu itu khawatir banget sama kamu.”

“Enggaklah, Ra.”

Zahra menghela nafas pelan, "Gya, mendiamkan sahabatmu itu bukan solusi. Lebih baik, kamu tanya ke Elma dan Adrian, apa mereka sebenarnya sudah tahu tentang hubungan suamimu dan mantannya ? Jangan buru-buru menyimpulkan."

Gya beranjak dari tempat duduknya dan berdiri di ambang pintu, dia menatap keluar, "Entahlah, Ra. Rasanya hatiku sakit, hancur, aku enggak tahu harus bagaimana."

Zahra mendekati sahabatnya dan mengusap kedua bahu Gya dari belakang, "Sabar ya, Gya." suasana hening sekejap, kemudian Zahra memberanikan diri untuk bertanya, "Kamu udah kasih kabar ke Pak Lek dan Bulekmu tentang ini ?”

Gya menggeleng, “Aku enggak mau mereka kepikiran Ra, aku sengaja enggak bilang.”

Mendengar pernyataan Gya, Zahra memeluk sahabatnya itu dengan erat.

****

Matahari tepat berada di atas kepala, ketika Akssa pulang. Kedatangannya disambut dengan aroma masakan, Akssa pun bergegas menuju ruang makan. Akssa membuka tudung saji, benar saja ada makanan kesukaan Akssa yang tertata rapi.

Gya sudah kembali. Itu yang ada dalam pikiran Akssa. Senyum bahagia terlihat di wajah lelaki itu.

“Udah pulang, Bang ?” Nilam muncul dari dapur masih memakai celemek.

Lihat selengkapnya