Di Pingit. Satu kata dengan sejuta aturan yang berhasil membuat dua mahluk berlawana jenis itu merasakan sakitnya dikekang. Bukan karena rindu ingin bertemu, tapi lebih tepatnya kerepotan karena banyak larangan.
Mahesa menghela napas berat, hari ini jadwal fiting baju pengantin dan dia harus stay with mom untuk mengikuti kemauan wanita yang telah melahirkannya itu. Semua beban dilimpahan kepadanya, termasuk memilih baju pengantin untuk sang calon istri. Ishabella atiqa rahman, perempuan berdarah Jawa yang ditemuinya satu minggu lalu karena paksaan dari orang tua. Seharunya ini tidak menjadi tugasnya, seandainya Ishabella tidak dipingit. Namun gara-gara hal itu dia harus kelimpungan sendiri menghadapi kecerewetan sang ibu.
Pernikahan mereka terbilang mendadak, dia dijadikan senjata untuk mengikat Ishabella agar tak melarikan diri ke Belanda. Entahlah apa tujuan dari kedua orang tua mereka? Yang pasti ini membuatnya ingin melarikan diri juga. Mahesa sempat berpikir, bukankah bagus jika perempuan ingin mengecam pendidikan tinggi? Tapi mengapa orang tua Ishabella justru melarang anak mereka? Dan yang menjadi masalah utamanya adalah, kenapa harus dirinya yang dijadikan senjata untuk menahan wanita itu?
"Bagaimana? Kamu suka?" Pertanyaan itu hanya dijawab gidikan bahu. Mahesa sibuk memperhatikan layar ponsel berisi chat dengan klayen.
"Kamu ditanya dari tadi, jawabannya tidak tahu melulu. Kamu niat nikah nggak sih?"
Nggak!
Seandainya Mahesa bisa menjawab seperti itu. Namun dia lebih memilih memasukan ponsel genggamnya ke saku celana sebelum jadi sasaran sang ibu.
"Mahesa mana tahu, Ma? Kan aku laki-laki. Emang aku pakai gaun?" Satu tepukan kasar langsung mendarat di lengannya.
"Kamu kalau ditanya, jawab yang benar!" Renata menatap marah pada putra semata wayangnya itu. “Baju ini untuk calon istri kamu, kalau dia cantik, kan kamu juga yang senang.” Mereka berpindah ke ruangan sebelah.
“Ishabella mau pakai apa saja tetap cantik, Ma.” Mahesa malas harus berdebat lagi. Menurutnya semua baju di sini sama saja. Berwarna putih dan terbuat dari brokat, jadi jangan memusingkan diri. Bisa tidak dia pergi sekarang? Ada klayen yang menunggunya di kantor.
Mencoba menelpon klayen, Mahesa berjalan ke pojok ruangan. Ingin memberi tahu jika saat ini dia tidak bisa melakukan meeting. Menempelkan telpon di telinga begitu tersambung, pria itu terkesiap ketika mendengar pekikan sang ibu.
“Bagus banget Sa! Kamu pinter deh milih baju. Ishabella pasti cantik pakai ini!” Dan serentet kalimat yang membuat Mahesa kehilangan suara. Hanya melongo menatap telpon genggamnya yang terhempas mencium lantai.
“Mbak sini!” seru Renata memanggil pegawai, meminta untuk melepaskan gaun dari manekin.Tanpa mau tahu penderitaan sang putra yang meringis menatap retak pada layar ponselnya.
Selsai dengan gaun, kini Mahesa kembali dipusingkan dengan jilbab. Semua warna sudah ada ditangan pegawai, tapi sang ibu masih asyik meminta pendapatnya tentang hal-hal aneh yang dia tidak mengerti. Mulai dari renda, payet, rumbai, pashmina, segitiga, peniti, pentul, tuspin, bros dan__