Perasaan Abi semakin tidak menentu, setelah dia mengetahui jika Nathan memutuskan berhenti dari pekerjaannya. Karena dia sudah menemukan pekerjaan yang penghasilannya lebih besar dari yang sekarang.
Sebenarnya Abi tidak mempermasalahkan tentang pekerjaan. Selama beberapa minggu ini dia tidak bertemu dengan Nathan. Dia mencoba untuk menghubunginya tetapi tidak ada jawaban, bisa dibilang Nathan sepertinya menghindari Abi.
“Abi, ada apa denganmu?!” tanya Cahaya pada Abi yang sedang melamun.
Cahaya bertanya kembali dengan menepuk pundaknya, sehingga Abi tersadar. Dia pun menatap sahabatnya itu dengan memicingkan alisnya, seraya bertanya ada apa. Cahaya pun bertanya untuk ke sekian kalinya.
“Aku tidak bisa menghubungi dia,” jawab Abi sembari menghela napasnya.
Mendengar dan melihat sahabatnya yang merasa sedih, Cahaya sebenarnya mengetahui sesuatu yang menjadi alasan Nathan tidak menghubunginya. Namun, dia tidak ingin membuat hati Abi semakin sedih. Sehingga dia mengurungkan niatnya untuk menceritakan semua tentang Nathan.
“Mungkin dia sedang sibuk—bukankah sebentar lagi kalian menikah,” Cahaya berkata dengan nada hati-hati karena dia tidak ingin ada salah dalam perkataannya.
Abi terdiam, dia memikirkan apa yang dikatakan oleh Cahaya. 'Apa yang dikatakan oleh Cahaya ada benarnya juga—mungkin Nathan sedang sibuk,' batinnya.
Hari demi hari Abi masih sulit untuk menghubungi Nathan, sehingga dia merasa bimbang. Apakah dia akan melanjutkan rencana pernikahannya atau membatalkannya saja. Karena sudah tidak ada kabar darinya, mungkin dia tidak ingin melanjutkan acara pernikahan mereka.
Pikiran dan hatinya mulai tidak tenang, dia mulai berpikir yang tidak-tidak. Sempat terbersit dalam pikirannya untuk membatalkan pernikahannya. Ponselnya berdering, dia mengangkatnya. Rupanya Cahaya yang menghubunginya dan memintanya untuk bertemu.
Cahaya pun memintanya untuk bertemu di sebuah cafe di mana mereka selalu menghabiskan waktu jika sedang senggang. Abi bersiap untuk menemui Cahaya, dalam hatinya terasa ada yang janggal tentang sahabatnya itu.
“Mau pergi, Sayang?” Bunda bertanya dengan lembut.
“Iya Bun—aku mau bertemu dengan Cahaya,” jawab Abi lalu mencium punggung telapak tangan bunda.
Bunda mengizinkan Abi untuk pergi tetapi dengan syarat tidak boleh pulang terlalu malam. Abi pun pergi langsung menuju sebuah cafe di mana mereka janji untuk bertemu.
Tibalah Abi di cafe, dia menyapu seluruh ruangan dengan kedua bola matanya guna mencari keberadaan Cahaya. Terlihat seorang wanita yang melambaikan tangannya, dia adalah Cahaya. Abi pun berjalan mendekat lalu dia duduk saling berhadapan dengan sahabatnya itu.