“Apa yang Tuan lakukan?” Bibir mungil Puji bergetar menahan pilu. Membiru. Mata beningnya membulat tak percaya. Wajah lelaki jangkung berjulukan Agung Sulung di hadapannya kian bengis menatap Puji. Langkah mundur Puji beradu dengan hela napas yang kian menderu. Agung Sulung tersenyum hambar. Kedua tangannya mengayun perlahan. Terkepal kuat. Seolah kemenangan itu telah berhasil ia genggam. Agung Sulung benar-benar merasa bahwa cahaya telah berhasil ia redupkan dengan sapuan gulita yang pekat.
Dadanya membusung jauhi bumi. Langkah lebarnya dekati Puji. Nafsu memaksa agar ia lekas menundukkan benih yang tersisa. Benih. Berarti belum dapat diprediksi akan jadi apa kedepannya. Selarik gulita, atau bahkan sebaliknya, seberkas cahaya. Agung Sulung tak mau ada yang tersisa. Sosok gelap yang menyatu dengan raganya semakin mendesak tak sabaran. Mempercepat lajunya. Menjalar di setiap nadinya. Apapun yang terjadi!