Taraka

Siska Ambar
Chapter #9

#9 Pilihan di Rute Kedua

Rombongan offroad baru akan sampai di pemancar nanti pukul dua belasan. Ini masih pagi. Ada waktu satu jam sebelum kami harus berada di pemancar. Obrolan kami sesekali diselipi tentang materi ujian atau perkiraan soal yang akan keluar di ujian nanti sesuai kisi-kisi. Nanda dan Hassya terus berdiskusi tentang materi integral. Hassya dengan fasih menjelaskan rumus demi rumus. Nanda tak kesulitan untuk mengikutinya. Aku sesekali manggut-manggut mengiyakan dan beberapa kali menggeleng karena bingung. Tak jarang aku merengut karena tak paham dengan apa yang tertulis di buku materi.

"Sudah selesai nih. Kita keliling lagi yuk," ajak Hassya sembari menutup bukunya. 

"Hah jalan-jalan lagi? Kita kan belum selesai. Pelajaran kimia saja belum kita bahas," protesku karena kami sudah jauh-jauh pergi ke tengah hutan. Aku juga tidak terima jika buku berat yang sudah kubawa sepanjang perjalanan tadi hanya dibaca beberapa halaman. Tak sebanding dengan rasa lelahku. 

"Satu-satu dulu, Jan. Kita bisa ulang lagi besok. Jalan-jalan dulu yuk," ajaknya lagi. 

"Ayo. Aku kan jarang main ke sini," ucap Nanda menyetujui. 

Lagi-lagi dua banding satu. Aku kalah suara. Mau tak mau aku harus mengikut. Tapi aku tak mau lagi membawa buku berat tadi. Nanda dengan senang hati mau membawanya. Hassya sudah menolak terlebih dahulu karena berdalih jika dia hanya titip padahal dia menitipkan tiga buku tebal dengan berat yang lumayan. Aku berterima kasih pada Nanda yang sudah denga senang hati mengurangi beban bawaanku. Jika tahu begini, mungkin tadi aku memutuskan untuk membawa sedikit buku saja.

"Aku saja yang pimpin rute lagi," usulku.

Aku sudah memiliki rencana baru. Kali ini Nanda dan Hassya tak mungkin bisa menebak isi kepalaku. Rute yang akan kupilih berbeda jauh denga rute pertama. Nmun, kali ini tak ada niat jahil untuk mengerjai mereka berdua karena mereka saja sudah lebih waspada.

"Pasti Janari merencanakan sesuatu, Nan. Kita harus hati-hati. Rutenya pasti akan lebih sulit dari tadi. Tapi tak masalah. Ayo langsung berangkat," sahut Hassya sambil tertawa. Dia tahu jika aku merencanakan sesuatu tapi aku yakin kali ini dia tidak akan tahu rencana seperti apa yang sudah kususun. 

Aku langsung mengayuh sepedaku perlahan. Sinar matahari mulai menyinari rerumputan di bawah pohon karet. Kicau burung terdengar riang. Bunga-bunga liar juga menghias beberapa sisi. Mekar dengan aroma wangi mengundang kupu-kupu dan lebah datang. Dari sini terdengar deru mobil offroad secara samar-samar. 

"Jika kamu harus hidup di tengah hutan seperti ini, jauh dari keluargamu, dan tidak ada listrik ketika malam, apa yang kamu lakukan, Nan?" tanyaku pada Nanda. Kami berada di jalur berbeda tapi bersebelahan. Aku masih mengayuh sepeda perlahan karena jalannya menanjak. 

"Hah di tengah hutan seperti ini, Jan? Kalau ada pilihan lain yang lebih baik maka aku akan memilih pilihan tersebut."

Sebuah sungai kecil mengalir di sisi kiri Nanda. Dia tampak tersenyum karena melihat airnya yang sangat bening. Berbeda dengan air Sungai Serayu yang cokelat keruh apalagi jika hujan turun. Kami berhenti sejenak karena Nanda masih ingin mengamati suangai kecil itu.

"Jika itu adalah pilihan terakhir apa kamu akan sanggup?" tanyaku lagi. 

"Belum tau, Jan."

Kami bertiga bersepeda di jalur yang berbeda tapi dengan arah yang sama. Hassya sibuk meliuk di antara pohon karet. Sesekali dia berhenti dan melongok kaleng-kaleng yang menampung getah karet. Sebentar lagi pasti getah itu akan diambil oleh para penderes. Benar saja, tak lama kemudian kami melihat beberapa orang sedang sibuk mengambil kaleng-kaleng itu. Menumpahkan getahnya ke dalam wadah dan meletakkan kaleng itu di wadah lainnya. Hassya sesekali menyapa mereka. Logat mereka bukan logat ngapak. 

"Eh, bapak-bapak tadi bukan asli Banyumas ya?" tanya Nanda begitu mendengar percakapan Hassya. Kami meninggalkan Hassya yang masih asyik berbincang. Toh nanti dia juga bisa menyusul dengan mudah. 

"Iya betul. Mereka bukan asli Banyumas."

"Dari Solo?" tanya Nanda lagi dengan penasaran. 

"Iya ada yang dari Solo, Pati, Semarang, juga dari daerah lain. Aku tidak tahu pasti dari mana saja mereka, Nan."

Lihat selengkapnya