Kantor pos sepagi ini masih sepi. Maklum ini masih belum jam buka kantor. Mungkin para pegawainya masih sibuk mengurus keperluan di rumah atau mengantar anak ke sekolah. Beberapa mungkin harus mengurus hewan ternak mereka sebelum nanti berkutat dengan kewajiban. Semuanya masih sibuk dengan urusan masing-masing sebelum nanti terpaku dengan aturan dan jadwal yang ada. Sebenarnya ada yang ingin kukirimkan lewat kantor pos ini. Semalam aku sudah menyiapkan sesuatu penting yang harus kukirimkan. Namun, karena kantor pos masih tutup maka kuurungkan niatku dulu. Mungkin nanti siang saat jam istirahat atau saat jam pulang sekolah. Tidak, bisa jadi kantor pos malah sudah tutup kalau kukirim saat jam pulang sekolah. Lebih baik kukirim nanti saat jam istirahat kedua saja, pikirku.
Aku bergegas menuju ke gerbang sekolah. Pagi ini aku berangkat agak kesiangan. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Jika terlambat bisa-bisa aku harus mengisi daftar pelanggaran dan mendapat poin. Aku pernah sekali terlambat dan harus meminta surat izin masuk dulu. Alhasil aku sudah memiliki satu catatan merah. Sejak itu aku berjanji tidak akan terlambat lagi, apalagi di hari-hari akhir sekolahku. Jangan sampai ada catatan merah lainnya yang mengisi hari-hari akhir di kelas XII.
Kegiatan belajar semakin berjalan serius. Tak ada lagi yang terlihat santai. Ujian sudah ada di depan mata dan memang waktunya untuk benar-benar memberikan yang terbaik. Persiapan kami harus lebih matang dibandingkan untuk menghadapi ulangan harian yang bisa saja diperbaiki nilainya dengan remisi jika hasilnya masih di bawah standar. Bisa jadi hasil yang akan kami dapatkan nanti menjadi salah satu alasan keberhasilan kami di masa depan. Semoga saja begitu.
Kulewati koridor sekolah. Kelas dua belas terlihat sepi. Sebagian sudah masuk dan duduk dengan buku terbuka di hadapannya. Sepertinya akan ada ulangan harian di jam pertama. Akhir-akhir ini hari kami memang penuh dengan ulangan dan latihan soal. Tawa sesekali juga terdengar. Entah alasan apa di balik tawa mereka. Langkah kaki tergesa juga terdengar dari beberapa siswa, membicarakan bangun kesiangan dan PR yang lupa belum dikerjakan. Aku sedikit lega karena PR sudah kuselesaikan semalam.
"Janari."
Suara Hassya terdengar memanggil dari dalam kelas. Aku berhenti sejenak melihat dia beranjak dari kursinya dan menutup buku yang sedang dibacanya. Nah, kebetulan sekali. Aku memang ingin menemuinya. Ada hal penting yang harus aku sampaikan padanya. Kemarin aku tak bertemu dengannya lantaran langsung pulang setelah bel berbunyi. Ditambah lagi karena kantor pos yang menjadi tujuanku masih tutup. Sepertinya Hassya bisa membantu banyak untuk hal yang satu ini.
"Eh, kebetulan ada kamu, Has. Aku mau ... "
"Nah, kebetulan yang betul ya. Mau belajar bersama kan? Nanda juga mau ikut. Aku baru akan memberitahumu. Kapan? Pulang sekolah?"
Aku menjadi kebingungan dengan pernyataan dan pertanyaan Hassya yang memotong perkataanku. Bukan hal ini yang ingin aku sampaikan padanya. Kulihat Nanda beranjak dari kursinya dan menghampiri kami. Aku sedikit melirik kepada Hassya dan mencoba memberi kode bahwa aku tidak bisa. Namun, Hassya malah tak menggubris. Gagal sudah tujuanku pagi ini. Biar nanti siang sajalah aku sampaikan pada Hassya. Nanda tak boleh tahu apa yang akan terjadi.