Taraka

Siska Ambar
Chapter #16

#16 Senyum yang Hilang

Aku hampir melontarkan semua kekesalanku ketika sebuah sosok terlihat memanggul sekarung rumput. Dia berhenti di dekat Hassya. Ternyata Mang Oyo sudah mendapat rumput sepagi ini. Mungkin Mang Oyo berangkat selepas subuh. Menyadari kehadiran Mang Oyo, aku mengurungkan niat untuk meluapkan kekesalanku. Namun, aku merasa ada yang berbeda dengan Mang Oyo. Dia tak tersenyum seperti biasanya saat berjumpa dengan orang lain. Pagi ini tak ada aura sumringah yang tampak. Aku merasa ada yang hilang dari Mang Oyo. Benar, tadi Mang Oyo tak menyapa kami berdua dengan candaan yang biasanya diiringi senyuman.

"Jadi pelakunya tidak tertangkap, Has? Apa Mandor Darman sudah membuat laporan?" tanya Mang Oyo pada Hassya setelah meletakkan karung yang tadi dipanggulnya.

Aku yang mendengar dengan jelas pertanyaan Mang Oyo seketika menjadi begitu penasaran. Ucapan Mang Oyo juga terdengar sendu seolah menyiratkan kesedihan yang mendalam. Meskipun semangat untuk mengumpulkan rumput di pagi hari tetap terlihat, tetapi ada bagian yang mampu menutup semangat itu. Mang Oyo tak pernah seperti ini sebelumnya. Apa ada masalah yang tak kuketahui? Apa ini alasan di balik sikap aneh Hassya dan hilangnya senyum Mang Oyo? Kini kulihat ada dua kemurungan di hadapanku. Dua orang yang sama-sama kukenal periang kini kehilangan cerianya. 

"Belum, Mang. Bapak akan membuat laporan nanti," jawab Hassya dengan nada bicara yang sudah turun, tak seperti tadi saat memaksaku menjawab pertanyaannya.

Wajar jika Hassya masih bersikap sopan karena memang Mang Oyo tak terlibat dalam masalah antara kami berdua. Jadi, tak pantas jika Mang Oyo yang tak tahu apa-apa tiba-tiba harus mendapat kekesalan dari kami. Namun, Jawaban Hassya memunculkan kebingungan baru untukku. Ada masalah yang menimpanya. Itu pasti alasan sikap menyebalkannya pagi ini. Jika Hassya bisa berubah begitu drastis, itu artinya masalah itu amat runyam. Aku belum tahu masalah milik Hassya juga Mang Oyo. Aku mencoba mencari tahu tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. 

"Siapa yang ditangkap, Mang? Laporan untuk apa, Has?"

Kali ini aku bertanya tanpa ada perasaan jengkel. Kekesalanku pada Hassya hilang karena ternyata ada alasan yang menjadi penyebab kalimat-kalimat menyebalkan tadi, seperti dugaan awalku tadi. Hassya harus memberi tahu masalahnya. Mungkin saja sebenarnya tadi Hassya ingin memberi tahuku, tetapi dia keburu kesal sendiri dan menjadikanku pelampiasan kekesalannya. Bahkan Mang Oyo tahu apa yang sudah terjadi sedangkan aku tidak. Ada yang sudah kulewatkan, tapi kapan? Sejenak aku mencoba mengingat kejadian beberapa hari kemarin sampai tadi malam. Kupikir semuanya berjalan normal saja tak ada yang aneh ataupun mengejutkan.

Mang Oyo yang memilih untuk tak menjawab pertanyaanku dengan segera malah memutuskan untuk duduk di sebelah Hassya dengan wajah yang semakin sedih. Tentu ini memunculkan tanda tanya yang lebih besar bagiku. Jika biasanya ada tawa atau senyum di permulaan temu, sekarang tak ada senyum bahkan di tengah pertemuan. Mang Oyo tak pernah terlihat sesedih ini. Melihat kondisi saat ini membuatku ikut merasa trenyuh. Mang Oyo mengusap keringat yang membasahi bajunya dan siap bercerita. Aku semakin tak sabar mendengar cerita dari mereka. 

"Kau tak tahu, Jan?"

Aku menggeleng dengan cepat mendengar pertanyaan balik dari Mang Oyo. Memang belum ada berita baru yang kuketahui sampai tadi pagi. Kukira semuanya baik-baik saja. Mungkin perasaanku saja yang merasa baik-baik saja padahal ada yang sedang tak baik. 

"Semalam ada maling, Jan. Kambingku hilang satu. Motor Mandor Darman juga hilang. Katanya laptopmu juga hilang ya, Has?"

Jawaban Mang Oyo membuatku kaget. Semalam aku dan keluargaku malah berpesta api unggun. Aku dan sepupu-sepupuku bahkan asyik tertawa dengan obrolan yang kadang tak jelas. Berita dari Mang Oyo jelas membuatku tak percaya. Apalagi Mang Oyo mengatakan jika motor Mandor Darman hilang. Aku kembali mengingat kejadian semalam saat ada orang asing yang menanyakan jalan pintas ke alun-alun. Mereka memang terlihat gugup.

"Hah? Bagaimana bisa? Apa yang hilang, Has? Kambing Mang Oyo hilang juga? Semalam Mamang di rumah kan?"

Sederet pertanyaan langsung muncul begitu saja. Aku ingin mendapat semua jawabannya sekarang. Dari Hassya atau pun dari Mang Oyo tak masalah. Yang penting aku tahu apa yang menjadi sebab kegelisahan mereka. 

"Semalam kan ada musyawarah rutinan di rumah Mandor Darman. Sudah ada ronda juga, Jan. Aku saja heran kenapa maling itu bisa masuk rumah. Kambingku sudah besar, Jan. Bulan depan sudah pasti laku minimal dua juta. Padahal aku setiap pagi dan sore memastikan pakannya cukup."

Mang Oyo terlihat lebih bersedih. Aku menjadi tak tega. Hasil keringat ngarit setiap hari di hutan sirna. Calon uang dua jutanya raib tanpa jejak selain menyisakan jejak kemalangan. Senyum Mang Oyo juga ikut hilang. Kesedihan itu masih terlihat dengan jelas. Hal yang lumrah karena Mang Oyo jelas terluka. Setelah menceritakan uneg-unegnya, Mang Oyo memutuskan segera pulang untuk memberi makan kambing-kambingnya yang masih tersisa. Aku yakin Mang Oyo menjadi tak tenang meninggalkan rumahnya kosong tanpa ada satu pun orang di rumah. Kuperhatikan langkahnya masih tegap. Kuyakin impiannya untuk memiliki banyak kambing dengan ukuran besar-besar masih bersemayam. Meskipun ada satu yang hilang, Mang Oyo tetap akan memberi perlakuan terbaik untuk sisa kambing di kandangnya. Meskipun masih belum ada senyum yang terlukis di wajah Mang Oyo sejenak sebelum beranjak, sedikit kegelisahannya tampak hilang berusaha digantikan dengan keikhlasan.

Kulihat kejengkelan Hassya juga sudah sedikit mencair. Aku mencoba melupakan rasa kesal tadi. Hassya butuh teman untuk bercerita. Tak apa jika tadi aku menjadi pelampiasan amarahnya. Kini aku bisa memahami maksudnya. Meskipun aku merasa sangat aneh dengan arah kekesalannya, aku pikir dia pasti punya alasan lain di balik sikapnya tadi.

"Apa yang terjadi?"

Aku sudah duduk di dekat Hassya dengan pandangan ke depan. Biarkan saja dia menceritakan tanpa interogasi dariku. Biar mengalir sesuai alur yang dia inginkan. Dia mulai menghela napas panjang. Permulaan cerita akan segera dimulai. Aku siap menyimak sebagai pendengar yang baik.

Lihat selengkapnya