Tak terasa hari berlalu dan mengantarku pada salah satu hari yang begitu penting. Suhu dingin menemaniku dalam mengerjakan soal ujian nasional tahun 2016 ini. Tak henti-hentinya aku merapal doa agar diberikan kemudahan. Kegugupan yang sempat muncul perlahan sirna dalam keheningan yang tercipta. Sesekali terdengar suara mouse yang diklik berkali-kali. Tak ada yang bersuara. Aku tahu jika semuanya berharap bisa mendapatkan hasil terbaik.
Hari pertama ujian berjalan dengan lancar. Aku berusaha memastikan jawaban soal demi soal. Tak ada yang kukosongi. Semua terisi. Namun, ada beberapa soal yang kubaca berulang kali karena aku sedikit bingung dengan pilihan mana yang paling benar. Soal Bahasa Indonesia memang membutuhkan ketelitian dalam membaca. Salah satu tanda saja bisa menjadikan salah dalam memilih jawaban.
Satu minggu ini aku hanya disibukkan dengan belajar. Lebih tepatnya menyiapkan mental untuk menghadapi soal-soal ujian. Tiga tahun masa belajar di SMA akan segera berakhir dengan selesainya ujian nasional. Nilai dalam ijazah keempat Bapak dan Ibu adalah hasil dari mengerjakan soal-soal ini. Karenanya aku berusaha keras agar bisa memperoleh hasil maksimal. Untuk sementara waktu aku memutuskan untuk tidak bermain atau pergi ke hutan dulu. Biar aku benar-benar fokus belajar dulu demi hasil terbaik.
Hari demi hari ujian terus kulalui. Teman-teman juga saling mendoakan agar mendapat hasil terbaik. Tak ada yang terlihat pasrah sebelum mengerjakan ujian. Aku tahu jika tak ada yang main-main meski terkadang mereka sering bercanda. Fisika, kimia, biologi, matematika, Bahasa Inggris, maupun Bahasa Indonesia semuanya diprioritaskan. Setidaknya sudah berusaha, begitu kata mereka. Tak ada remidi dalam ujian sehingga ada persiapan terbaik yang sudah dilakukan.
"Bagaimana ujianmu, Jan?" tanya Bapak setelah semua mata pelajaran ujian nasional selesai.
Kuceritakan soal-soal yang kuingat. Mulai dari panjangnya soal cerita Bahasa Indonesia, rumitnya soal integral, rumus fisika yang sedikit kulupa, teori biologi yang tak kuketahui, soal tentang reaksi kimia, sampai telingaku yang kesulitan memahami soal listening Bahasa Inggris. Aku bahkan sampai mendekatkan telinga ke arah layar dengan harapan kalimat yang kuingat bisa terdengar lebih jelas. Padahal mendekatkan telinga ke layar komputer sama sekali tak memberikan banyak perubahan. Berkali-kali latihan mendengarkan berbagai kosa kata Bahasa Inggris sedikit membantu meskipun beberapa soal benar-benar tidak bisa kupahami dengan baik.
Dari semua mata pelajaran yang diujikan, aku memang paling tak yakin pada nilai pelajaran Bahasa Inggris. Ah, aku berharap nilaiku tak begitu rendah. Bagaimana tidak? Soal-soal listening hanya bisa kukerjakan dengan mantap hanya beberapa nomor. Itu pun belum tentu benar. Aku ingat betul saat pertama kali simulasi ujian nasional Bahasa Inggris dilaksanakan, aku hanya menjawab benar empat soal dari lima belas nomor soal listening. Aku benar-benar kewalahan mengerjakan soal itu. Salahku sendiri memang mengapa aku tak memperbanyak latihan mendengarkan soal-soal Bahasa Inggris.
Bapak, Ibu, dan kedua adikku hanya tertawa begitu mendengar ceritaku. Mereka kadang menyudutkanku. Kami berbincang setelah makan malam. Mendoan dan cabe rawit menjadi menu yang tak pernah membosankan. Hampir setiap hari Ibu menggoreng mendoan. Malam ini masih ada sisa tiga lembar mendoan di piring. Perbincangan tentang ujian ternyata lumayan menarik untuk dibahas ditemani mendoan hangat dan teh manis.
"Aduh mbuh ngomong apa,"4 kata Ibu begitu kuputar rekaman percakapan Bahasa Inggris.
Kali ini semuanya tertawa. Kami setiap hari berbincang dengan bahasa ngapak. Tak perlu kamus karena memang itu bahasa umum di Banyumas. Bapak dan Ibu mengatakan jika mereka hanya paham yes artinya iya dan no artinya tidak. Kata-kata itu sering didengar dari televisi.
"Mudeng tidak, Pak?" tanyaku pada Bapak.
"Yes," jawab Bapak sambil manggut-manggut.
"Kalau Ibu?" tanya adikku.
"No," jawab Ibu sambil menggelengkan kepalanya. Sontak kami semua tertawa.
"Agi ngapa sih, Yu?"5 tanya Rini yang sekarang juga sedang belajar bahasa inggris. Aku hanya nyengir menanggapi pertanyaan adikku. Dia merasa terusik ketika aku terus bertanya dan mengenalkan beberapa kosakata bahasa inggris kepada Bapak dan Ibu. Padahal aku hanya mencoba memberitahu kata-kata yang umum. Namun, adikku menilai jika aku sedang mengerjai Bapak dan Ibu.
"Bagaimana pun hasilnya nanti kamu sudah berusaha yang terbaik, Jan. Tidak perlu menyesali hasil dari usaha terbaikmu."
Bapak mulai menasihatiku setelah mendengar pemaparanku. Memang ada sedikit penyesalan yang terselip dalam curhatku tadi. Bapak dengan cepat menangkap sinyal itu. Pasti serentet nasihat panjang akan segera tersampaikan. Secara umum untuk Ibu dan kedua adikku. Secara khusus nasihat itu pasti untukku. Bapak dan Ibu memang tak pernah menuntut hasil sempurna atas kerja kerasku. Kedua orang tuaku hanya berharap aku melakukan usaha terbaik. Perkara hasil pasti akan sebanding dengan usaha yang sudah dilakukan.