Aksa menganggukan kepalanya, ia menengok ke samping dimana Kiara duduk tepat berada di sebelahnya.
"Gue udah bilang 'kan sama Ara, kalau Ara itu mampu melewati segalanya! Ara itu mampu dan Tuhan beri cobaan ini, untuk mendengar semua keluh kesah Ara kepadaNya," ucap Aksa dengan mantap.
Kiara menganggukan kepalanya, air mata masih terus berjatuhan dari pelupuknya. "Tapi Aksa ... ini teramat menyakitkan! Dada gue sesek saat liat kondisi gue yang selemah dan sepayah ini."
"Gue merasa Tuhan tidak adil ngasih cobaan ini, gue gak sanggup ... Aksa!" keluh Kiara.
Aksa tersenyum kemudian menatap sahabatnya yang masih saja meracau dan mengaduh kesakitan. "Kita laluin ini semua bareng-bareng yah, Ara jangan sedih lagi! Aksa bakal tetap setia ada di samping Ara kok."
"Sahabat cantiknya Aksa gak boleh nangis, karena pasti jelek kayak bebek," ledek Aksa berusaha untuk menerbitkan senyum pada bibir Kiara.
Kiara menanggukan kepalanya. "Aksa ...."
"Kenapa Ara? Mau minum, atau kita makan dulu sekarang? Oh, iya ada kafe baru buka loh katanya dekat sini, kita mampir ke sana, mau?" tanya Aksa berusaha mengalihkan Kiara, ia tidak mau sahabatnya itu terus menerus meratapi jalan hidupnya.
Kiara menggelengkan kepalanya. Ia kehilangan selera untuk melakukan semua hal yang biasa ia lakukan waktu dulu bersama sahabatnya ini, ketika menang suatu tender, maka bentuk self reward bagi Kiara adalah mencari tempat baru untuk dijajali.
"Ara mau tidur aja Aksa ... capek!" tegas Kiara dengan mata yang mulai ia usahakan untuk terpejam.
Aksa mengulurkan tangannya, dan membelai lembut puncak kepala sahabatnya itu. "Kalau Ara mau tidur, tidur aja! Tapi pastikan hati Ara juga istirahat yah, agar sedihnya ikutan menghilang."
Kiara menganggukan kepalanya, ia setidaknya bisa bernapas dengan lega. Disaat keterpurukannya saat ini, ternyata masih ada satu orang yang melindunginya dan juga masih perduli dengan keadaannya yang cukup memprihatinkan.
Aksa tersenyum mendengar dengkuran halus keluar dari mulut sahabatnya, ia sendiri masih tidak menyangka jika Kiara akan menjadi orang yang paling lemah seperti ini.
"Ara-nya Aksa jangan sedih lagi yah, tetap tersenyum dan ceria seperti dulu, saat badai itu belum datang ke kehidupan Ara!" tekan Aksa menahan air mata sedihnya agar tidak lolos jatuh ke pipi.
Aksa mengendarai mobilnya dengan cepat, melihat Kiara yang tidur langsung pulas seperti ini, ia merasa sangat kasihan. Sebagai seorang sahabat, ia merasa berkewajiban untuk membantunya sampai sembuh total.