"Andai di ha-"
"Jangan pernah berucap 'andai' Kiara!" bentak Aksa. Ia menjadi sangat benci dengan Kenzo yang membuat sang sahabat kembali murung, karena ucapan yang sangat menusuk kuat dan dapat dipastikan sangat dalam luka itu.
Kiara terkekeh pelan dan bahkan sampe menjadi suara tawa sumbang. Mata yang menatap Aksa di hadapannya dengan buliran bening yang tak henti untuk keluar dari sana.
"Kenapa, Aksa? Apa lo gak suka kalau gue bilang gitu, hah?"
"Buat apa gue hidup? Sedangkan di dunia ini aja ... gak ada yang berharap gue stay di sini, mereka s--semua bahkan menganggap gue itu ... aib!" Kiara terkekeh pelan, sekaligus penuh kesakitan.
Kiara tidak cukup kuat sungguh menghadapi ujian yang terasa membuatnya putus asa dan sangat ingin sekali untuk menyerah. Kalian jangan ngomong kalau dia itu lemah, dan tak tegar, bahkan hal itu ia lakukan berulang kali dan hasilnya sama, kesakitan dan juga luka yang kembali ia temui.
Kiara mulai memandang indahnya warna jingga di langit pantai yang kesorean, begitu indah dan sangat menenangkan, tapi sayangnya itu hanya sementara. Iya sementara, karena setelah itu warna gelap akan merajai langit dan membuat semua keheningan yang menyergap di seluruh jagat semesta.
"Apa senja, angin, atau tanah yang gue pijak saat ini ... ikut membenci seperti semua orang itu, Aksa?" tanya Kiara yang kembali memandang sahabatnya itu.
Aksa diam dan tak memberikan banyak komentar, ia hanya ingin mendengarkan apa racauan yang akan terlontar dari mulut sang sahabat, sangat diwajarkan jika merasa kacau karena tiang dan pilar yang selama ini ia percaya kokoh dari badai, ternyata ambruk juga dan sayangnya Kiara tertindih di antara puing-puing itu.
"Aksa," panggil Kiara pada sahabatnya yang tengah duduk tepat pada kursi yang ada di sampingnya itu.
Aksa menatap Kiara yang lagi-lagi mengeluarkan tangisan yang begitu menyayat hatinya. Ia mengepal tangan kuat di sebalik kantung celana, seiring bibir yang menampilkan senyum penenang. "Iya Ara, kenapa?" tanya Aksa begitu lembut.
Kiara merasa bingung mau berucap apa pun, tenggorokan bahkan terasa sangat tercekat dan tak bisa berucap sama sekali. Hanya menatap sang sahabat yang diharapkan bisa memahami, meski hanya sebatas lirikan.
"Lo mending ... jauhin gue sekarang juga deh," usir Kiara dengan tatapan yang mulai menunduk ke bawah sembari menggigit bibir.