Kiara dan Aksa kini tengah menikmati satu cangkir es krim rasa coklat yang sudah dipesannya itu. Terasa begitu syahdu dan juga sangat romantis, meski saat ini hanya berada di dalam mobil.
Aksa menengok ke arah Kiara yang tengah asyik menyedokkan es krim tersebut ke dalam mulutnya. Ada rasa lega yang menghampiri jiwanya, dan perasaan hangat menyusup ke dalam hati karena tidak lagi melihat air mata terjatuh pada wajah tersebut.
"Rasanya masih tetap sama ternyata," gumam Kiara dengan senyum tipis yang terkembang pada bibirnya.
Aksa menengok ke arah Kiara, dan menggelengkan kepalanya pelan. "Rasa memang masih tetap sama, hanya lo yang sedikit berbeda ...." Memilih untuk menggantungkan kalimatnya karena takut nanti akan melukai hati kembali, sudah sangat syukur kali ini bisa menikmati senyum meski hanya tipis.
Kiara menengok sekilas ke arah Aksa. "Hmm ... lo bener Sa, gue sedikit berbeda sekarang ... menjadi orang yang mudah sekali sensitif."
Aksa tak menanggapi lebih lanjut dan memilih untuk menghabiskan es krim dalam genggaman tangannya tersebut, dan begitu pula Kiara.
Kembali mengulang hal yang biasa dilakukan di masa lalu, saat kejadian itu belum ada sama sekali dan merampas segala yang ada. Mungkin ini agak sedkit aneh, tapi mampu mengembalikan ingatan tentang itu.
Kiara merasa ada yang aneh dalam benaknya, seperti rasa hangat yang menjalar di sekujur tubuh. Namun, kala berusaha ia dalami dan rasakan, kembali tak menemukan apa pun atau mungkin lebih tepatnya sudah mulai lupa apa itu.
"Apa lo mau nambah, Ra?" tanya Aksa yang sudah menandaskan secangkir es krim dengan begitu cepat, meskipun banyak sekali toping yang ada di dalamnya.
Kiara menggelengkan kepalanya pelan, dan melihat ke arah cangkir es-nya yang saat ini masih tersisa cukup banyak. Menikmati dengan penghayatan dan mencari segelintir kenangan yang berusaha ia ingat, karena perasaan yang mendadak muncul itu cukup membuat lama untuk menghabiskannya.
"Bagaimana bisa gue mesen es krim lagi? Sedangkan sekarang saja belum habis sama sekali," kata Kiara dengan bahu yang terangkat naik.
Aksa terkekeh pelan dan baru menyadari hal tersebut kala matanya menatap ke arah cangkir dalam genggaman Kiara saat ini.
"Hehe ... mungkin bisa kita bungkus dan bawa pulang gitu, apa lo mau?" tawar Aksa kembali pada Kiara dengan alis yang mulai naik turun.
Kiara membiarkan sendoknya menggelantung bebas pada mulut, seraya tatapan mata yang menatap ke atas kap mobil. Tengah memikirkan tawaran menarik yang diberikan oleh Aksa padanya, dan itu tidak boleh disia-siakan sama sekali.