Kiara terus mencari keberadaan dari Aksa, dan sambil berjalan cepat masuk ke dalam kantor tersebut. Ia berharap di dalam sana belum ada sahabatnya itu, dan untuk hari ini bisa dinobatkan ia yang menang.
Kiara kini duduk di atas kursi kebesaran miliknya, dengan posisi sebagai direktur umum. Melipatkan kedua tangannya di depan dada, dengan hembusan napas lega.
"Huh! Untung banget gue kali ini, Aksa belum dateng ternyata," gumam Kiara seiring suara pintu terketuk dari luar. "Masuk saja!"
Kiara membelalakkan matanya saat melihat Aksa yang masuk dengan tangan yang keduanya membawakan cangkir, seperti biasanya.
"Hay, Ara. Lo telat lagi kah kali ini?" tanya Aksa pada Kiara dengan mata menggoda.
Kiara menggembungkan pipinya mendengar Aksa kini tertawa. "Lo kalau berangkat jam berapa sih dari rumah?" tanya Kiara dengan suara yang terdengar seperti rengekan.
Aksa masih tertawa dan kini meletakkan gelas di atas meja, duduk berhadapan dengan Kiara. Ia kini menggelengkan kepala saat melihat pipi yang masih menggembung itu.
"Gue berangkat jam ... gak perhatiin sih, kenapa lo?" tanya Aksa pada Kiara. "Ini coklat panas buat lo minum, dan gue kopi hitam."
Kiara meraih gelas yang dibawakan oleh Aksa itu, dan mulai meniupi agar uap panas tersebut segera hilang agar bisa diminum secepatnya.
Kiara menatap Aksa dengan malas. "Begini ceritanya mah ... bakalan sia-sia terus gue," gerutu Kiara dengan gelas yang mulai mendekat pada bibir dan mulai ia minum perlahan.
Kiara sudah paham dengan sangat baik, jika Aksa membuatkan dua cangkir minuman seperti ini, itu tandanya sudah masuk awal terlebih dahulu dan otomatis kini ia kalah.
"Haha ... terus gimana dong? Gue aja bingung kenapa berangkat selalu lebih pagi, dan kalau siang itu ... males jadinya," ungkap Aksa dengan kekehan ringan yang keluar dari mulutnya.
"Serah," ketus Kiara malas.
***