Hari ini adalah salah satu dari tiga ratus enam puluh enam hari yang masuk dalam masa tahun kabisat, pada bulan-bulan awal tahun 1997 Masehi.
Hari ini, dari sekian banyak hari dalam satu tahun, nampaknya menjadi hari yang begitu membahagiakan bagi seorang laki-laki sepuh atau yang telah berusia tua.
Laki-laki yang saat ini suasana hatinya sedang senang, menarik kedua ujung bibirnya ke atas, sehingga menampakkan suatu senyuman di wajahnya.
“Waktunya telah datang, keberuntunganku akan hadir,” ujar lelaki itu, seraya menatap sebuah daftar nama yang ada di atas meja di hadapannya.
Meja itu terletak di suatu ruang kamar, di suatu rumah yang ada di suatu pedesaan. Kamar itu punya ukuran besar. Bila dibandingkan dengan rumah lain di kampung itu, kamar itu cukup untuk menampung dua sampai tiga kamar dengan ukuran rata-rata di pedesaan itu. Benda-benda yang nampak di kamar juga menjadi tanda bahwa pemilik rumah itu merupakan orang kaya.
Lelaki pemilik kamar itu adalah Ki Dwibanu.
Sementara, daftar nama yang Ki Dwibanu merupakan daftar nama-nama yang akan menjadi “pendatang sementara” di desa tempat Ki Dwibanu tinggal.
Daftar itu bisa Ki Dwibanu peroleh dari aparat pemerintah terkait. Bukan hal yang sulit bagi Ki Dwibanu untuk melakukan hal itu. Terlebih aparat yang diminta oleh Ki Dwibanu adalah aparat tingkat desa di mana ia tinggal. Bagi seluruh lapisan penduduk desa, Ki Dwibanu adalah sosok terpandang yang sangat dihormati –sekaligus ditakuti.
Sementara, senarai yang membuat Ki Dwibanu tersenyum adalah daftar yang memuat nama-nama sekelompok orang beserta data pribadi mereka, seperti nama lengkap, asal, dan tanggal kelahiran mereka.
Tentu di daftar itu juga tercantum nama fakultas dan program studi nama-nama tersebut, karena dokumen tersebut memang memuat data-data delapan mahasiswa yang akan melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata atau KKN di desa tersebut.