Tarka Sengkalan & Simbol Masa 1997/98

RK Awan
Chapter #8

8. Beringin, Metafisika, dan Fisika

Sudah memasuki hari keduabelas Eka datang ke desa ini untuk melaksanakan KKN sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Pada hari Senin, dengan waktu yang telah memasuki masa sore hari ba'da ashar. Eka punya waktu luang lagi, dan ia kembali memilih memanfaatkannya dengan berlari-lari. Awalnya, seperti biasa ia tak merencanakan rutenya.

Namun, dalam perjalannya, setelah berlari ke sana kemari, entah mengapa ia merasa ada semacam gravitasi yang membuat kakinya melangkah di jalan yang menuju ke rumah Ki Dwibanu. Otaknya serasa membiarkan saja arah gerak kakinya. Tetapi, begitu sampai di samping pohon beringin yang tumbuh sebelum belokan ke rumah Ki Dwibanu, Eka berhenti.

Fisiknya sudah cukup letih dengan napas terengah-engah, sehingga Eka memutuskan mengambil istirahat. Namun sebaliknya bagi otaknya, yang masih mampu beroperasi dengan cepat. Dalam kepalannya, ia menimbang-nimbang, apakah ia di titik ini ia harus kembali ke posko saja?

Pada saat itulah, dari belakang Eka terdengar suara arah mobil yang semakin mendekat. Ia kemudian membalikkan arah badannya untuk melihat mobil apa yang datang. Batin Eka tersentak, Mobil itu!

Ingatan Eka masih dengan jelas bahwa mobil yang mendekat ke arahnya adalah salah satu dari dua mobil yang ia lihat terparkir di halaman rumah Ki Dwibanu tiga hari yang lalu. Ketika itulah, entah mengapa Eka merasa tubuhnya terkunci hingga ia hanya bisa diam tak bergerak.

Batin Eka berkecamuk, Aku tetap berada di posisi yang sama. Kecepatanku nol. Kelajuanku nol. Resultanku gaya nol, dan tak bisa kuubah. Entah kenapa aku hanya bisa diam. Di satu sisi aku merasa aku harus berlari menjauh dari mobil itu, di sisi lain aku juga merasa tak ada yang salah bila aku diam mengamati mobil itu.

Saat mobil itu sampai di hadapan Eka, kendaraan empat roda dan empat pintu itu menepi dan berhenti. Kemudian, pintu depan sebelah kiri mobil itu terbuka. Dari dalam mobil, keluar dan turunlah seorang laki-laki tua yang menurut taksiran Eka berusia 60 hingga 70 tahun.

Eka berteriak dalam batin, Itukah Ki Dwibanu?!

“Selamat sore. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perkenalkan, ini Ki Dwibanu. Mas KKN, mas Ekadanta Sura Rene Kalandra, ya?” Ki Dwibanu memperkenalkan diri dengan senyuman, dan menyapa dengan menyebut nama lengkap Eka, serta mengulurkan tangan kanannya.

Beberapa detik Eka sempat bengong sebelum merespon dengan terbata-bata, “E ... iya, Ki Dwibanu ... wa'alaikumussalam ... Sore –eh selamat sore juga. Ya, saya, Eka. Perkenalkan, ki,” Eka juga mengulurkan tangan kanan menjabat tangan kanan Ki Dwibanu.

Di samping pohon beringin, Ki Dwibanu melanjutkan dialog, “Mas Eka, lari-lari ya? Sendirian saja?”

Eka menjawab, kali ini dengan lebih tenang, “E ... iya Ki, saya sendiri saja. Teman saya sudah saya ajak tapi tak ada yang mau.”

Lihat selengkapnya