Begitu sampai di posko KKN pasca kerja bakti, Eka tak bisa langsung bercerita kepada Andin tentang kisahnya dengan Ki Dwibanu. Hal itu karena Eka telah berjanji dari hari-hari sebelumnya untuk membantu Ahan melaksanakan salah satu program kerjanya.
Baru pada sore hari, Eka bisa melaksanakan janjinya kepada Andin. Hari itu Eka bersama Bagus mendapat giliran piket membersihkan posko KKN. Andin waktu itu telah menukar jadwal piketnya dengan Bagus, sehingga bisa melaksanak an tugasnya bersama Eka.
Di ruang tengah, dengan dua buah gelas di meja, jajanan pasar, dan buku ‘Keterangan Candrasengkala’ yang dipinjamkan Ki Dwibanu. Gelas di dekat Andin berisi teh manis, sedangkan gelas di dekat Eka berisi air putih. Jajanan pasar yang mereka santap, yaitu putu ayu, jadah, wajik, dan jenang, tinggal tersisa sebagian saja.
Eka telah membicarakan perjumpaan dan perbincangan dengan Ki Dwibanu. Ia juga menyampaikan tawaran, apa teman-teman se-poskonya tertarik untuk berkunjung dan berdialog dengan Ki Dwibanu. Andin tak langsung menjawab dan mengomentari apa yang Eka ceritakan.
“Bagaimana, Ndin?” Eka mengulang pertanyaan terakhirnya.
Andin yang duduk berhadapan dengan Eka, menoleh ke samping. Andin melihat si kucing kampung yang tinggal di rumah itu masuk ke ruang tengah. Ketika itulah, Andin mendapat ide untuk menyatakan respon untuk Eka.
“Eh, Ka, lihat deh si Kuken,” ujar Andin. Kuken adalah nama kucing yang diberikan Laras dan Linna, dua mahasiswi yang paling sering berinteraksi dengan kucing itu. Kuken merupakan singkatan dari ‘kucing kampung keren’.
“Ya, kenapa? Kalau masuk ke dapur semua makanan juga sudah ditutup. Aman,” komentar Eka.
“Aku tiba-tiba berpikir bagaimana kalau Kuken tak mencari makanan,” jawab Andin.
“Ha? Lalu cari apa? Duit? Kucing mana kenal duit,” ujar Eka seraya tersenyum.
“Bagaimana misalnya ya, kalau Kuken mencari sesuatu yang bikin ia penasaran?” tanya Andin.