Acka menuruti saran sepupunya itu. Kawasaki ninjanya diajak mengukur jalan menuju vila pamannya, ayah Mas Gun. Senja mulai memainkan peranannya, mengantar mentari menuju peraduannya di ufuk barat. Semilir angin dingin Lembang menerpa helai rambut cowok yang sedang gundah itu.
Acka tiba disambut Mbak Runi, kembaran Mas Gun yang sedang liburan disana bersama keluarga kecilnya. Beres mandi dan berganti pakaian memakai sweater yang cukup tebal, Acka menatap sinar oranye yang perlahan menghilang berganti kelabu ditemani segelas capucino hangat di tangannya dari atas balkon rumah peristirahatan milik ayahnya Mas Gun itu. Terdengar suara pintu balkon bergeser membuka. Munculah seraut wajah ayu di baliknya. Mbak Runi, kembaran sepupunya itu tersenyum melihatnya.
"Tumben kesini Ka? Gak ada kuliah lo? Feeling gue pasti lo lagi merana gara-gara cewek ya?" Mbak Runi menyender di balkon menghadap adik sepupunya itu.
"Kagak usah pake feeling dah, Mas Gun pasti cerita kan?" tuding balik Acka menyeruput capucinonya.
"Gue berani bilang yang lo lakuin emang salah Ka."
"Gue jadian sama dia kan bukan berarti bakal merit sama dia juga Mbak. Wajar lah masih pilih, cari. Having fun selagi muda."
"Ya, cari pasangan memang harus memilih yang sefrekuensi sama kita, tapi bukan gara-gara taruhan juga. Itu artinya lo cuma anggap dia piala bergilir. Lo gak mikirin perasaan dia."
Acka terdiam. Ia tak bisa menyangkal perkataan Mbak Runi.
"Mau sampai kapan lo kayak gini. Jangan sampai kena karma loh, think about it. Coba tempatkan diri lo di posisi dia." Mbak Runi menepuk pelan pundak Acka, lalu beranjak masuk meninggalkan cowok itu kembali menatap langit.
Pikiran Acka berperang. Ia memang membutuhkan hasil taruhan itu untuk melunasi tunggakan biaya kuliahnya semester ini atau ia terancam DO, disisi lain ada perasaan aneh lain seolah tak rela melepaskan jika menyangkut cewek magang itu.
"Maafin gue Vie, gue gak bisa ngorbanin kuliah gue ,gue gak boleh DO, gimanapun gue harus menang taruhan itu. Untuk kali ini saja." batin Acka mantap walau ia tahu keputusannya itu salah. Logika menutup kata hati cowok tegap itu. Persetan dengan karma, ini hanya permainan, masih ada lain waktu untuk melibatkan hati. Sekarang tinggal bagaimana cara menemukan gadis itu kembali. Kalau saja Mas Gun tahu hasil merenung Acka di Lembang, pastilah muka cowok itu kena bogem karena lebih mementingkan logikanya.
***
Penyiar radio yang playboy itu termenung di mejanya. Matanya nanar menatap daftar lagu yang akan diputar satu jam lagi saat waktu siarannya. Otaknya malah sibuk berpikir akan mencari Ovie entah kemana di hari ketiga gadis itu tak bisa dihubungi sama sekali seperti ini.