Posisi lift memang betul seakan ada di tengah-tengah ruangan kerja karyawan namun pintunya menyamping, tidak menghadap ruang kerja para karyawan. Adapun ruangan Pak Manajer dan Pak Direktur tampak bersebelahan berbentuk letter "L" dan letaknya ada di depan ruangan kerja para karyawan dan tepat di belakang lift. Sedangkan ruangan Pantry ada di sebelah kanannya ruang kerja karyawan serta berhadap-hadapan dengan pintu lift hanya saja disekat oleh tembok dan juga toilet yang letaknya sengaja lebih menjorok jauh lagi ke dalam. Di sisi kiri lift terdapat set sofa dan meja yang merupakan ruang tunggu atau ruang tamu, di mana sisi sebelahnya terdapat meja khusus resepsionis lantai 9 Divisi IT.
Sehingga saat pintu Pak Manajer terbuka, otomatis semua karyawan dapat melihatnya karena ruangan kerja karyawan ini terbuka, tidak memiliki sekat ataupun pintu. Hanya saja tempat masuknya cukup lebar disertai partisi cantik berbahan kayu yang disusun hingga menyerupai garis-garis berwarna cokelat tua, sebagai pengganti dinding yang membatasi ruangan kerja dengan area lift dan juga toilet itu. Meski begitu, anehnya pendingin udara berhasil menghempas udara panas di sana dan selalu membuat nyaman para pekerja di dalamnya.
Mirna dan pegawai wanita lainnya pun terkejut saat melihat siapa yang keluar bersama Pak Surjono tersebut.
"Waaahhh ...." Kagum mereka, hampir seluruhnya secara bersamaan.
"Pak Araz! Eh, eh, itu bener Pak Araz?! Aaaaahhhh ...," teriak karyawati yang duduk di belakang Vian, bernama Gina. Ia seperti akan pingsan di kursinya.
"Duh, gantengnyaaaa Pak Araz .... Udah lama gak lihat," lirih Mirna, tubuh dan hatinya merasa meleleh bak tersorot sinar yang amat terang.
Anarti kebetulan baru saja keluar dari toilet, ia yang melihat Pak Surjono bersama Pak Araz langsung saja memberi kode pada para OG dan OB lainnya supaya semua turut keluar. Mereka keluar berbaris di depan Pantry, dari kejauhan kompak menganggukkan kepala tuk memberi salam seraya menangkupkan kedua tangan di depan.
"Buat pegawai baru, perkenalkan ini adalah Pak Araz. Beliau pemilik perusahaan kita yang baru saja pulang ke Indonesia karena lama ada urusan di luar negeri. Insyaallah akan bersama memimpin proyek kita lagi untuk seterusnya." Pak Surjono menerangkan.
Araz melemparkan senyum kepada semuanya. Diiringi tepuk tangan yang meriah dalam rangka menyambut kepulangan owner perusahaan yang begitu mendadak. Mereka semua tahu jika Araz dan Pak Surjono ini keluarga. Ya, Pak Surjono adalah paman kandung Araz yang sudah dipercaya Araz mewakili dirinya memimpin perusahaan selama ia tidak ada.
Pak Surjono lantas meminta Mirna, Vian dan lainnya untuk mempercepat kinerja mereka supaya segera menyelesaikan sebuah proyek yang sangat penting bagi perusahaan ini. Semua mengiyakan atasan mereka tersebut.
"Perasaan saya dengar suara Tasna tadi di sini. Ke mana Tasna?" tanya Pak Surjono.
“Tasna pergi Pak disuruh Mirna!” celetuk Aji, yang barisan duduknya ada di belakang Vian, tepat di sebelah Gina dan juga Jamal.
“Oh, gitu. Wagiman ada?”
“Ada Pak, tadi saya lihat ngintip ke mari,” jawab Aji lagi. Tanpa tahu para OB dan OG sudah berbaris rapi.
Wagiman yang mendengar jawaban Aji, tersedak di ujung sana.
“Suruh Wagiman carikan tukang servis mesin fotokopi kantor kita. Biasanya Tasna yang paling cekatan, tapi ya sudah coba minta tolong Wagiman ya.”
“Baik, Pak.”
Pak Surjono dan Araz pergi meninggalkan ruangan menuju lift. Wagiman agak kesal mendengar atasannya memuji Tasna. Tapi ia tidak mempermasalahkan, ia cukup senang karena atasan mulai mengalihkan pekerjaan itu kepadanya.
Entah kenapa Vian langsung memasang muka muak. Respon Aji dengan sang atasan dirasakan Vian sungguh sangat berlebihan. Aji adalah teman kuliah Vian, tak heran bila Vian tahu sejak dulu Aji dikenal paling caper 'cari perhatian' dengan para dosen.
“Oh, jadi sekarang cari muka lagi gitu dengan atasan di tempat kerja? Cih .... Bisa aja anak culun itu ya." Vian berdengus pelan, ia berkata dalam hatinya.
Pukul 5 sore pun akhirnya tiba juga, bunyi jam pulang kerja karyawan sudah teriak memanggil-manggil. Namun khusus Divisi IT tidak bisa pulang dulu pada sore hari itu.
“Tumben kamu diam aja nih gak ikut usilin Tasna juga,” ucap Mirna, ia heran kepada Vian.
“Ah, biasa aja kok.” Vian menjawab sekenanya sambil menulis sesuatu di kertas kemudian jari jemarinya kembali lihai mengetik di atas keyboard komputernya lagi. "Gak lihat nih aku sibuk banget sama proyek ini?"
“Iya, sih tapi aneh aja, kayak ... ada yang beda dari seorang Vian. Tasna itu harus terus dapat ganjarannya!"
"Iya, ngerti. Tapi perasaan aku sama aja ah dari kemarin, Mir. Suwer deh."
"Iya percaya deh percaya. Lagiaaann .... Ah, aduduuuhh ....”
“Eh? Kenapa Mir?”
“Gak tau ini perutku tiba-tiba sakit banget.”
“PMS kali?”
“Ah, gak deh kayaknya soalnya udah lewaaattt .... Aduuuhhh ...."
“Oh. Ya udah sana pulang dulu aja. Takut mencret di sini, bahaya. Ha ha ha ...."