Pak Fara adalah salah satu eksekutif yang jarang turun lantai. Tapi, sekarang beliau duduk di kantor gue. Tersenyum. Ah, sepertinya rating bagus dan iklan berdatangan.
"Uh .. emang bener ya kata orang-orang kalau kamu itu gila kerja."
"Julukan saya memang si Gila."
"Kenapa kamu kerja sebegitu gilanya?"
"Kebiasaan mungkin pak," nope, terpaksa aja sih pak gue.
"Saya suka sekali anak muda seperti kamu Zafran. Sudah menikah?"
"Belum pak."
" Loh kenapa belum nikah? Kan biar ada yang ngurus."
Saya juga harus ngurus juga sih kayaknya pak. Belum sanggup punya tanggung jawab lebih kayak gitu. Tapi yang keluar dari mulut kapitalis ini "Belum nemu aja pak."
"Pekerja keras, ganteng, baik. Saya punya keponakan kayaknya seumuran sama kamu. Mau saya kenalin?"
Apa apresiasi tertinggi dari seorang bos adalah memasukkan dalam lingkaran keluarga?
"Bapak terlalu memuji. Saya tidak sehebat itu."
"Ya sudah. Saya duluan."
Akhirnya, bisa bernafas lagi.
"Bos," kata Rani tiba-tiba masuk kantor gue.
"Kenapa?"
"Mbak Rena mau ketemu?"
"Ketemu gue?"
"Iya."
Jujur, gue terkejut. Apa ya yang mau diomongin? Tapi, gue ingat. Ini sudah sebulan waktu perjanjian.
"Dimana Rena sekarang?"
"Di ruang rapat."
Sebelum masuk ruang rapat tanpa sadar gue menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan.