Gue nggak suka anak-anak tapi gue jadi produser acara anak. Well, that happen when you need a job. You don't care, yang penting cuan. Ah dasar aja gue budak korporat.
Semenjak gue kerja di tv swasta, gue tidur, makan, boker, mandi semuanya di kantor. Rumah akhirnya terbengkalai yang ada gue tetap bayar cicilannya aja tanpa gue nikmatin.
Tujuan gue memang bukan cari duit untuk hidup foya-foya di kota besar. Justru gue cari duit biar bisa hidup tenang di kampung halaman dan pensiun muda.
My friends just laughing at me. Yah, mau gimana lagi semuanya sudah di plan dari gue kuliah kok. Cita-cita yang gak muluk kok menurut gue.
Walaupun orang tua gue tetap selalu berharap gue jadi PNS biar ada tunjangan di hari tua. Tapi, gue sama sekali nggak tertarik makan uang pajak rakyat. Gue lebih tertarik kasih makan rakyat dari hasil panen gue nanti. Ya, nanti pas gue selesai jadi budak korporat ini.
" Bos, gimana skripnya?" Si Wulan tiba-tiba nongol di ruangan gue. " Udah gue kirim kok. Cepetan ya revisinya, harus mulai shooting lagi" Wulan memberi hormat dan pergi.
Dari ruangan gue, masih bisa kedengeran pekikan Wulan di kubikelnya. I'm sorry Wulan, skript lo memang belum sempurna.
Suara ketukan yang sebetulnya nggak terlalu perlu karena pintu ruangan gue selalu terbuka. Masuklah Bobby, si sok ganteng yang rambutnya selalu klimis. " Lo jahat emang, si Wulan udah lembur loh ngerjain"
Tanpa gue alihkan pandangan dari komputer gue jawab acuh tak acuh " Kerja bukan masalah waktu bro, mau lo ngerjain nggak tidur sebulan tapi hasilnya tai kucing mending ke laut aja cari ikan."
Bobby duduk di sofa dan berdecak tak jelas. " Lo tahu nggak julukan lo apa?" Kali ini pertanyaannya berhasil bikin gue balas tatapan Bobby. " Si bos ganteng?"
Bobby langsung terlihat ingin muntah, " Pede banget. Julukan lo itu si gila"
Gue menghela nafas ,sebenarnya nggak terkejut tapi lumayan bikin sakit hati ya julukannya. " Si gila kerja yang bikin semuanya susah"
" Mereka nggak akan susah kalau cerdas semua kayak gue". Bobby tepuk tangan pelan bukan mengapresasi sebetulnya tapi mencemooh. " Hebat si ganteng serigala ini. Bikin gue sakit perut."
Bobby pun pergi. Sungguh bermanfaat sekali hidupnya selalu keliling ruangan. Buat gue sangat mengganggu. Tapi, Bobby memang tipikal ekstrovert yang benar-benar harus ganggu orang lain untuk bisa bertahan hidup. Anehnya, semua pacarnya pendiam semua. Oh, bukan aneh sih, mungkin memang sengaja cari yang pendiam biar dia yang ngomong aja.
"Fran, talentnya udah dateng" Yudi, asisten gue nongol.
" Sama orang tua?"
" Iya"
" Okay, ten minute"