Hari ini Pilar kurang bisa fokus bekerja. Beberapa kali dia celingukan sambil berharap Rian datang menemuinya. Kegelisahan Pilar sangat disadari oleh Fina. Bahkan saat ponsel Pilar berdering di meja, Fina yang lebih dulu menyadarinya.
“Ada telepon tuh,” Fina memberi tahu.
“Oh.” Pilar memajukan kepalanya dan melihat nama Kristal tertera di layar ponselnya. Namun, ponsel itu dibiarkan terus berdering.
“Pasukan Asam Lambung, udah jam 12 nih. Turun yuk, keburu penuh warungnya, ntar susah dapat kursi.” Edo sudah tidak sabar.
“Ayo, yuk, yuk.” Satu per satu teman-teman yang lain menyahut dan berdiri dari kursi kerja mereka masing-masing. Pilar dan Fina pun ikut berdiri.
Mereka berlima keluar dari pintu utama gedung kantor untuk menuju warung makan. Fina berjalan di samping Pilar sambil membahas email dari klien. Kulit Fina yang putih membuat rona di wajahnya tampak jelas tiap kali dia senang karena bisa mengobrol berdua Pilar. Namun, rona gembira itu perlahan pudar ketika suara seorang perempuan tiba-tiba memanggil Pilar.
“Pilar!”
Pilar, Fina, dan ketiga teman mereka menoleh ke arah suara.
“Lho, Kristal.” Pilar sangat terkejut melihat Kristal ada di situ.
Sembari berjalan cepat menghampiri Pilar, Kristal bertanya, “Kok dari tadi aku telepon nggak diangkat sih?”
“Emm.. handphone gue silent. Sori.” Pilar berbohong dan itu membuat Fina tersenyum menyadari bahwa yang tadi menelepon dan sengaja tidak diangkat oleh Pilar adalah perempuan bernama Kristal ini; perempuan yang ternyata tidak penting bagi Pilar.
Senyum kecil sinis di sudut bibir Fina tertangkap di mata Kristal yang cermat mengawasi keberadaan perempuan lain di samping Pilar.
“Emm.. Ada apa? Kenapa ke sini?”
“Ini.” Kristal menyorongkan kotak makan siang. “Bawain makan siang buat kamu.”
Pilar makin kikuk. “Tapi... gue udah janji mau makan bareng teman-teman. Ini kita lagi jalan mau ke warung.”
“Oh gitu? Ya udah nggak apa-apa. Ini bisa buat makan malam kamu kok. Sekarang makan bareng teman-temanmu aja. Yuk. Aku ikut, ya?” Kristal berkata tanpa malu.