Pilar bekerja di kantornya tapi pikirannya masih sering teralihkan ke Mama Rian. Sebagai orang yang juga merindukan orang terkasih, Pilar paham dalamnya siksaan batin itu. Rindu kepada Intan sudah ditahannya selama setahun. Tapi setidaknya Intan sehat-sehat saja.
Semoga sehat. Begitu lebih tepatnya. Karena Pilar juga tidak tahu kabar Intan.
Jangan sakit lagi, ya Mbel. Jangan telat makan.
Dan dia malah mencemaskan kesehatan Intan. Padahal dia sendiri sering telat makan dan kelelahan karena terlalu banyak bekerja dan mengoleksi banyak beban pikiran.
“Pilar, ini pizanya keburu abis sama anak-anak nih,” kata Uta.
Pilar menengok ke arah suara. Ternyata teman-temannya sedang asyik berkerubung dan menyantap piza. Pilar pun menggeser kursi berodanya untuk mendekat ke mereka. “Wih, piza dari mana nih?”
“Yeee…” spontan mereka semua kesal.
“Ha? Apaan sih?” Pilar bingung.
“Kebanyakan bengong lu,” kata Zidan, “Kan tadi gue udah bilang, ini piza dari manajer marketing soalnya hari ini dia ulang tahun.”
“Oh,” jawab Pilar singkat.
“Nih.” Fina menyodorkan sepotong besar piza dilapisi tisu. “Lu lebih suka yang tuna kan daripada yang daging.”
“Hehe, tau aja lu. Thanks.” Pilar menerima dan menyantapnya.
Ternyata Fina memang benar-benar perhatian kepadanya dan itu justru membuat Pilar tidak tega.