Hari telah berganti. Suasana hati belum berganti.
Siang ini Pilar sedang rapat bersama timnya saat tiba-tiba Rian muncul. Pilar mengangguk kepadanya sebagai tanda kalau dia menyadari kehadirannya dan Rian menunggu dengan sabar.
Selesai rapat, Pilar mengajak Rian mengobrol di balkon. Dia membakar sebatang rokok dan tidak lupa memasang earphone agar dikira sedang bertelepon.
Rian diam memandangi hiruk pikuk jalan raya dari ketinggian gedung.
“Kasihan nyokap lu, Rian. Dia perlu tahu.” Pilar kembali menasihati.
Rian mengepal keras kedua tangannya. Air matanya kembali turun deras. Pilar sangat tidak tega melihatnya. Dia ingin sekali menepuk pundak temannya itu dan berusaha menenangkannya, tapi tidak bisa.
Perlahan, sambil terus mengepal keras kedua tangannya dan memandang jauh ke bawah, Rian mengangguk setuju.
***
Karena telah mengantongi izin dari Rian, Pilar tidak menunda lagi. Kini dia sudah berada di ruang tamu rumah Mama Rian, sedang menunggu diambilkan minum. Jantung Pilar berdebar cepat. Tugas ini dirasa sangat berat. Rian juga berada di ruangan itu. Dia berdiri di seberang Pilar.
Mama Rian muncul dari arah dapur. Dia menyajikan secangkir teh dan mempersilakan Pilar meminumnya.
“Makasih, Tante.”
“Rian belum mau ketemu saya, ya?” tanya Mama Rian lirih.
Pilar berdeham, berusaha menetralkan rasa gugupnya. “Tante, sebenarnya saya ke sini malam ini karena saya mau nyampein pesan dari Rian.”