Ruang kerja Pilar sudah sepi. Semua temannya sudah pulang sejak tadi. Tinggal Pilar duduk sendiri di kubikelnya, merapikan semua pekerjaan agar tak ada tugas yang menggantung saat resign nanti.
Klik! Lampu ruangan dimatikan oleh security.
“Lah, kok dimatiin, Pak?”
“Astagfirullahaladzim! Siapa tuh?” Teriak sekuriti sambil menyorotkan senter ke seisi ruangan.
“Ini saya, Pak! Pilar.”
“Aduh, Mas Pilar bikin kaget aja. Oke, Mas, saya nyalain lagi lampunya.”
“Thanks, Pak.
Sekuriti itu berjalan mendekati Pilar. “Maaf ya, Mas. Saya kira udah pada pulang. Soalnya udah jam 10.”
“Hah? Jam 10?” Pilar mengecek arlojinya.
“Ya ampun, Mas Pilar, sampai nggak sadar sama waktu.”
“Hehe, saya kira masih jam 8-an.” Pilar terkekeh sambil memijat-mijat lehernya.
“Jangan diforsir, Mas. Pulang aja dulu.”
“Iya, Pak. Saya save kerjaan dulu habis itu pulang deh,” kata Pilar sambil merapikan pekerjaannya.
Sambil berjalan ke parkiran motor, Pilar menelepon Kristal. Walau sudah malam, dia tidak mau menunda lagi untuk berbicara dan menyelesaikan urusan dengannya. Selain itu Pilar juga ingin berterima kasih kepada Kristal atas bantuannya mencarikan info soal Mama Rian.
“Hai!” suara Kristal terdengar begitu ceria.
“Hai, lagi di mana?”
“Biasa, di Dusk9, tapi udah mau pulang sih.”
“Bawa mobil?”
“Bawa. Kenapa?”
“Nggak apa-apa. Tadinya kalau nggak bawa, mau gue jemput.”
“Wait, what?”
“Iya, tadinya kalau lu nggak bawa mobil, mau gue jemput.” Pilar mengulangi perkataannya.
“Mobil bisa aku tinggal kok. Aku bisa minta salah satu petugas vallet or anyone di sini buat nganter mobilku ke rumah.” Kristal langsung bersiasat.
“Dasar anak bos,” ejek Pilar.
“Biarin.” Dan kini Kristal mengubah nada bicaranya menjadi manja, “Jemput ya.”
“Oke, gue otw dari kantor, ya.”
“Yes!” Kegembiraan Kristal begitu kentara.