Pilar ingin mengambil jam penerbangan pagi agar bisa segera melepas rindu kepada ibu dan adiknya. Namun, karena kehabisan tiket, dia terpaksa mengambil penerbangan sore.
Sebelum ke bandara, Pilar mampir ke makam Rian untuk berpamitan. Dia duduk di sisi makam sambil mengisap sebatang rokok. “Lu udah tau ya kalau Intan punya pacar baru? Tau dari mana lu? Kenapa lu nggak cerita? Nggak tega lu ya sama gue?” Pilar terkekeh sendiri.
Setelah habis satu batang rokok, Pilar berdiri dan benar-benar pamit, “Thanks, Rian. Sekarang gue juga cabut.”
***
Di ruang tunggu bandara, Pilar menunggu boarding sambil mulai menulis naskah. Tapi dia terganggu karena dua pria yang duduk di sebelahnya berisik sekali membicarakan seorang wanita cantik yang juga sedang berada di ruang tunggu itu.
“Anjay, cakep banget tuh cewek.”
“Mana?”
“Itu yang lagi minum boba. Aduuhh, imut amat pas nyeruput sedotan. Jadi pengen diseruput.”
“Artis itu, ya pantes aja cakep banget.”
“Artis?”
“Iya, dia yang main… Duh, apa ya judul filmnya?”
Pilar menoleh ke arah yang mereka perhatikan. Ternyata artis yang mereka maksud adalah Pevita. Sekian tahun lalu sebelum Pilar menjadi pegawai kantoran, dia bekerja sebagai kru film, dan kala itu Pevita adalah pemeran utamanya.
Selama 18 hari masa syuting, mereka cukup sering mengobrol dan bercanda. Tapi setelah produksi selesai, mereka tidak saling berkirim kabar.
“Dia masih ingat gue nggak, ya?” tanya Pilar dalam hati.
Tiba-tiba seorang wanita tak dikenal menghampiri Pilar. “Mas, namanya Pilar, bukan?”
“Iya.”
Lalu wanita itu berbicara di ponselnya. “Benar, Mak. Dia namanya Pilar.” Ada jeda sebentar sebelum wanita itu melanjutkan, “Oke, oke.” Dan tahu-tahu ponsel itu disodorkan kepada Pilar. “Mas, ada yang mau bicara nih sama mas.”