Sore itu, seperti biasa, Sita bersiap akan pulang kantor. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sudah kurang lebih 3 tahun dia bekerja di kantor ini sebagai seorang sekretaris.
Flashback on
Tiga tahun yang lalu, saat Sita lulus dari sebuah SMK negeri, dia masih bingung menentukan pilihan. Apakah melanjutkan ke perguruan tinggi ataukah langsung bekerja. Di saat sedang merenung, dia melihat sebuah lowongan pekerjaan di sebuah surat kabar. Sebuah kantor properti membutuhkan seorang sekretaris muslimah. Dengan memberanikan diri, Sita mengirimkan lamaran ke kantor tersebut. Seminggu kemudian, Sita mendapatkan panggilan wawancara ke kantor tersebut. Setelah selesai wawancara dan tes tertulis, Sita pun pulang. Dua hari kemudian, Sita dapat panggilan telepon lagi. "Selamat pagi, apakah ini benar dengan Saudari Sita? " suara seorang perempuan di seberang sana terdengar. "Iya benar, saya sendiri," jawab Sita. "Selamat ya Mbak Sita, dari sekian pelamar yang datang ke sini, Andalah yang akhirnya diterima sebagai sekretaris. Sesuai hasil wawancara dan tes tertulis, Anda memiliki kompetensi untuk itu," panjang lebar perempuan tersebut menjelaskan kepada Sita. "Oh begitu ya Bu? Alhamdulillah. Kapan saya bisa mulai bekerja Bu?" tanya Sita. "Panggil saja saya Bu Dwi. Saya HRD di kantor ini. Mulai besok ya Mbak Sita. Mbak bisa datang jam 08.00 dan nanti saya arahkan job desk-nya," kata Bu Dwi. "Baik Bu, Terima kasih," balas Sita. "Sama-sama." Sita tersenyum. Akhirnya, dia mendapatkan pekerjaan juga setelah lelah melamar ke beberapa kantor. Sita memiliki dia sahabat perempuan. Fara dan Mira, keduanya bersahabat sejak duduk di bangku sekolah dasar. Fara termasuk anak yang hidup serba berkecukupan. Sedangkan Mira, hampir sama dengan Sita, perekonomiannya termasuk pas-pas an. Ketiganya masih rutin berkomunikasi maupun ketemuan langsung.
Flashback off
Setelah selesai merapikan meja kerjanya, Sita bergegas menuju musola kantor. Dia akan menunaikan dulu kewajibannya, barulah dia bisa pulang ke rumahnya dengan tenang. Setelah selesai, dia mengambil HP dan tasnya. Saat matanya tertuju pada HP, dia membaca notifikasi pesan dari sahabatnya, Fara. "Kamu ada waktu pulang kantor? Kita ketemuan di kafe biasa." ajak Fara.
Sita masih termenung di meja kerjanya. Meja yang sudah membersamainya selama tiga tahun ini. Yang menjadi tempatnya berkeluh-kesah tentang hidupnya. Terutama tentang jantung hatinya. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Seharusnya dia sudah menjalankan sepeda motornya untuk pulang. Tapi teringat pesan sahabatnya, Fara. Fara mengajaknya bertemu hari ini jam 19.00 di kafe biasa. Sita selalu tidak bisa menolak ajakan sahabatnya itu. Tapi di sisi lain, dia hanya ingin merebahkan diri di rumahnya karena seharian ini tugasnya di kantor cukup melelahkan.
Akhirnya, Sita memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dan kembali menyalakan komputernya. Tak terasa azan magrib berkumandang.Sita pun menunaikan kewajibannya terlebih dahulu. Setelah itu, barulah dia menyimpan hasil revisi projek yang baru selesai dia kerjakan lalu mematikan komputernya.
Membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di kafe tempat dia akan bertemu dengan Fara. Sita melajukan sepeda motornya dengan santai karena waktu masih menunjukkan pukul 18.45. Sita yakin akan sampai tepat waktu ke kafe tersebut.
Sampailah Sita di kafe tersebut. Dia mulai mencari sahabatnya. Matanya menyorot ke setiap meja yang ada di sana. Pandangannya bertemu dengan sahabatnya yang lain, Mira. Sita pun menghampiri Mira dan memeluknya.
"Hai Mir. Udah lama?" Tanta Sita.
"Baru 10 menit kok, kamu apa kabar?" Balas Mira.
"Alhamdulillah aku baik Mir. Fara belum datang ya?" Tanya Sita.
"Dia bilang udah deket kok, kita tunggu aza ya, biasanya kan dia selalu telat kalo janjian," tambah Mira sambil tersenyum. Mereka melanjutkan obrolan sambil memesan minum.
Tak lama kemudian, tiba-tiba Fara sudah berdiri di depan mereka berdua. Dan dia tidak sendirian. Di belakangnya, telah berdiri Gege, Dafa, dan tentu saja Zidan Mubarak, lelaki yang selalu saja bersemayam di hatinya. Walaupun sudah 10 tahun, rasa itu masih tetap sama, Sita masih mencintainya dalam diam.
Mereka berenam adalah sahabat dari sejak sekolah dasar. Sita, Fara, Mira, Gege, Dafa, dan Zidan. Mereka mulai dekat saat kelas 5. Seringbelajar bersama, membuat mereka semakin dekat.
Flashback on
Hari itu, mereka berenam mulai melakukan kerja kelompok. Guru sudah membagi kelompoknya. Sita masuk dalam kelompok yang diketuai oleh Zidan, lalu ada Fara, Mira, Dafa, dan Gege. Hampir setiap hari mereka belajar bersama. Tak jarang, mereka juga melakukan video call untuk membereskan tugas yang belum selesai. benih-benih cinta pun mulai muncul di antara Sita dan Zidan. Mungkin beberapa orang menganggap itu hanyalah cinta monyet biasa. Tapi tidak bagi Sita. Zidan adalah cinta pertama baginya. Sita mulai merasakan perasaan yang berbeda saat Zidan mulai mulai memberinya perhatian yang berlebihan. Kata-kata cinta selalu Zidan dan Sita ucapkan di chat mereka. Bahkan Zidan berjanji akan membahagiakan Sita saat mereka dewasa nanti. Sita begitu bahagia saat itu. Tak ada yang bisa membuatnya bahagia selain Zidan. Begitu juga dengan Zidan, dia sangat menyayangi Sita.
Tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Chat yang Zidan kirim suatu hari dibaca oleh ayahnya Sita, Juna.Juna menyayangkan kenapa anaknya bisa sampai menjalin kasih di usia dini. Juna tidak ingin Sita menjadi tidak fokus belajar karena masalah percintaan. Juna pun memutuskan untuk mengakhiri hubungan Sita dengan Zidan. Sita tak bisa melawan kehendak ayah dan juga bundanya, Jihan. Dia hanya bisa menangisi takdir yang tidak berpihak padanya. dengan berat hati, Sita memblokir nomor Zidan.
Zidan yang tidak menerima keputusan Sita, merasa kesal dan marah di saat bersamaan. Tnapa penjelasan apa pun, Sita memblokir dan menjauhinya. Akhirnya dua anak manusia itu pun memendam amarahnya sendiri-sendiri dengan jalan yang berbeda. Sita menjadi anak yang pendiam dan dingin. Sedangkan Zidan, semakin menjadi-jadi. Dia mendekati beberapa anak perempuan. Zidan merasa, itu akan cocok sebagai bentuk pelampiasan amarahnya kepada Sita.
Flashback off
Sita dan Mira kaget melihat fara datang bersama ketiganya. Akhirnya, Mira yang penasaran menanyakan langsung kepada Fara.
"Kok kamu bisa barengan ama mereka Far?" Tanya Mira.
"Kebetulan mereka lagi liburan semester di sini, mereka bosan di Amerika terus,: jawab Fara.
Gege, Zidan, dan Dafa memang melanjutkan kuliah di Amerika. Mereka akan meneruskan bisnis keluarganya kelak. Ini baru tahun ketiga mereka di sana. Mungkin sekitar dua tahun lagi mereka menyelesaikan kuliahnya dan kembali lagi ke Indonesia. Selama tiga tahun itu, mereka tidak pernah pulang. Dengan alasan, banyak tugas dan projek yang harus mereka kerjakan.
"Tumben bisa ke Indo, selama tiga tahun ini ke mana aza kalian?" Tanya Mira.
"Kami sibuk Mir, jadwal kuliah padat, belum lagi kami harus mulai belajar menangani berbagai projek di perusahaan keluarga kita masing-masin," jawab Dafa. Zidan dan Gege juga mengiyakan ucapan dafa. Lalu Gege menambahkan, "Kalau aku ma Dafa emang sibuk dengan kuliah dan projek, nah kalo Zidan beda lagi, dia mah sibuk pacaran. Zidan hanya tersenyum dan tidak melakukan pembelaan.
Sorot mata penuh kekecewaan terlihat di mata Sita. Semua tidak memperhatikan, kecuali Dafa. dafa melihat masih ada luka di mata Sita saat melihat Zidan. Dafa hanya bisa diam tanpa melakukan apa-apa.
"Baiklah, karena kita semua udah berkumpul, yuk kita langsung pesan aza, udah laper." Gege mengajak teman-temannya untuk memesan. Setelah semua memesan, mereka melanjutkan obrolan yang tertunda. Kebanyakan obrolan bercerita tentang perkuliahan. Sita hanya menyimak dan sekali-kali menjawab pertanyaan teman-temannya. Dia masih tak percaya bisa bertemu lagi dengan Zidan, cinta pertamanya, setelah sekian lama. Obrolan terhenti saat pesanan mereka sudah datang. Mereka makan dalam keheningan. Setelah selesai, mereka melanjutkan lagi obrolan yang tertunda. Sita lebih banyak diam dan itu tidak luput dari penglihatan Dafa.
Dafa termasuk anak yang paling peka di antara mereka berenam. Karena merasa Sita sudah tidak nyaman karena adanya Zidan, Dafa pun mengajak Sita pulang.
"Sepertinya sudah malam, mari kita pulang teman-teman. Kita masih bisa bertemu lagi besok. Kita di Indo cukup lama, dua minggu. Ayo Sita, aku antar pulang," ajak Dafa.
"Aku bawa motor Daf," jawab Sita.
"Motormu biar aku yang bawa Sita, besok pagi aku ke rumahmu, kita pergi bareng." Mira menjawab.
"Ga apa-apa Mir? Ga ngerepotin kamu?" Tanya Sita.
"Ga kok, tenang aza," jawab Mira.
"Duluan ya teman-tema," kata Dafa dan Sita bersamaan.
Dafa dan Sita berlalu dari meja mereka dan menuju tempat parkir. Sedangkan Gege, Zidan, Fara, dan Mira, masih tetap di kafe itu. mereka pun mulai mencecar Zidan.
"Kamu kangen ga sih ama Sita, Zi?" Tanya Fara.
"Kangen, tapi kelihatannya Sita enggak," jawab Zidan sambil tertawa.
"Kamunya sih kurang aktif, dari tadi perasaan kamu ga bertegur sapa ama Sita, kalian hanya diam kaya patung," omel Gege.
"Nah bener tuh Ge, Zidan kurang gesit, jadi aza disamber Dafa, rasain tuh," tambah Mira.
"Makanya, sebuah hubungan tuh harus jelas, kalau kamu ga suka ama Sita, putuskan, jadi persahabatan kita bisa kaya dulu lagi," tambah fara.
"Dari dulu kan aku ma Sita memang udah ga ada hubungan. Dari SD loh, kok kalian masih mengungkit kenangan lama." Zidan mulai melakukan pembelaan. Dia lelah karena didesak oleh teman-temannya.
"Kamu ga lihat pandangan Sita, dia masih berharap padamu Zi," kata Mira.
"Perasaanku padanya udah tak bersisa sejak dari mulai dia memblokir nomorku saat itu dan dia mulai menjauhiku," Zidan mulai curhat nih.
"Tapi kamu kan ga tahu alasan Sita melakukan hal itu, kamu bahkan tidak menanyakan hal itu setelah sekian lama. Ada alasan Sita melakukan hal itu padamu, Zi," beber Fara.
"Aku ga peduli, kekesalanku padanya belum berkurang sedikit pun, dan aku tidak perlu tahu alasan Sita melakukan hal itu padaku," jawab Zidan.
Gege yang mendengar hal itu, hanya bisa menghela napas panjang. Dia yang tahu keseharian Zidan di Amerika, bagaimana Zidan beberapa bulan sekali bergonta-ganti pacar, hanya bisa terdiam.
"Tapi itu bukan alasan kamu untuk memacari wanita-wanita di kampusmu, Zi. Beberapa bulan sekali kamu ganti pacar terus dan terus seperti itu. Inget umur Zi," Gege mulai menasihati Zidan. Zidan sepertinya sudah mulai kesal dinasihati terus-menerus oleh Gege, dia pun pamit pada teman-temannya.
"Oke, akan aku pertimbangkan saranmu Ge, thanks ya, aku duluan ya teman-teman," Zidan pun berlalu meninggalkan mereka bertiga.
Gege pun mulai bercerita kepada Fara dan Mira. Gege yang satu SMP dan SMA dengan Zidan, lanjut satu kampus, mulai bercerita. Saat SMP dan SMA, mereka jarang bertemu, sesekali saja, kadang dilanjutkan di grup WA obrolannya.
Saat SMP dan SMA, Zidanmenjadi anak yang pendiam dan dingin kepada siapa pun. Hanya kepada Dafa dan Gege, Zidan bisa meluapkanisi hatinya. Banyak cewek yang mengejar-ngejar Zidan, tapi tidak ada satu pun yang Zidan tanggapi. Dia mengabaikan mereka semua dan fokusnya hanya untuk belajar dan belajar.
Saat mulai kuliah, Zidan mengalami perubahan. Dia menjadi lebih hangat pada semua mahasiswa, terutama mahasiswi yang satu angkatan dengannya. Bahkan Zidan mulai berpacaran dengan beberapa mahasiswi di sana. Tapi itu tidak berlangsung lama, setelah 3-4 bulan, Zidan mulai bosan dan memutuskan mereka. entah apa yang membuat Zidan seperti itu, gege tidak seperti itu, gege tidak mengerti. Untunglah Zidan tidak pernah melewati batas saat pacaran, dia masih mengikuti norma-norma ketimurannya.
"Kok Zidan berubah saat kuliah Ge?" tanya Fara.
"Entahlah Fara, aku juga bingung. Saat SMP dan SMA, dia tidak pernah dekat dengan perempuan satu pun. Ini malah saat masuk kuliah, dia semakin menjadi-jadi. Seakan ingin membuktikan sesuatu. Tiga tahun ini, mungkin dia sudah memacari sepuluh perempuan lebih,: jawab Gege.
"Kok bisa ya dia berubah drastis. Bukan seperti Zidan yang kita kenal dulu," tambah Mira.
"Aku aza ma Dafa yang satu SMP ma SMA ma dia aneh ama kelakuan tuh anak, kok jadi kaya gitu," sambung Gege.
"Apa selama SMP dan SMA, Zidan pernah menanyakan tentang Sita, Ge?" tanya Fara.
"Ga pernah, kita juga jarang kumpul kan dulu, kumpul kalo ada yang ulang tahun aza, selebihnya jarang," jawab Gege.
"Betul juga katamu Ge, itu juga tiga tahun terakhir kalian kan ga pulang ke Indo, kita ga bisa ketemuan sama sekali," sambung Mira.
"Iya, ini juga gara-gara aku kan yang hubungin kalian bertiga, kalo ga, mana mungkin kalian mau datang," kata Fara.
"Ayo kita pulang, sudah malam, nanti kita lanjutkan lagi obrolannya teman-teman," ajak fara.
"Oke," jawab gege dan Mira bersamaan.
Sementara itu, dalam perjalanan menuju rumah Sita, Dafa fokus memandangi jalanan sambil menyetir, Sita juga tidak mengeluarkans epatah kata pun. Dafa pun memulai percakapan setelah mereka berdua terdiam tanpa suara.
"Kamu baik-baik aza, Ta?" Aku lihat dari tadi di kafe kamu banyak diam dan ga berbicara, apa kamu terganggu dengan kedatangan kita bertiga?" tanya Dafa.
"Tidak Daf, aku tidak terganggu sama sekali. Aku hanya kelelahan sepertinya, karena banyak pekerjaan di kantor. Tadi juga aku lembur dulu sebelum ke kafe," jawab Sita.
"Aku mengenal kamu bertahun-tahun Ta, kamu ga bisa membohongi aku. Aku bisa membedakan saat kamu mengatakan yang sejujurnya ataupun saat sedang berbohong. Kamu bisa percaya padaku, Ta. Aku benar-benar khawatir. Aku masih melihat bahwa kamu masih mencintainya. benar dugaanku ya Ta?" Dafa bertanya secara halus.
"Dari dulu kamu tidak pernah berubah daf, selalu peka dengan keadaan di sekeliling. Aku memang masih menyimpan namanya di hatiku. Sepuluh tahun berlalu dan rasa ini tak kunjung menghilang, aku lelah Daf," isak tangis terdengar di telinga Dafa saat Sita berkata seperti itu.