Zidan termenung melihat status Fara. Dia tidak terlalu fokus melihat Fara, matanya fokus melihat Sita, yang terlihat begitu bahagia bersama Dafa. Apalagi yang dia harapkan dari Sita. Jika dia kembali bersama Sita, dia akan semakin menyakitinya. Tapi nama Sita belum juga beranjak juga dari hatinya. Zidan pun mengomentari status Fara,
"Duh yang lagi bersenang-senang," Zidan berkomentar.
"Iya dong. Melepas setres di sela-sela kepenatan Zi," jawab Fara, sambil tersenyum melihat pemandangan dari atas bianglala bersama Reno.
Zidan pun tersenyum miris. Dia ga mau mengganggu Sita. Akhirnya dia pun menyibukkan diri membuat sarapan karena akan ke kampus, ada urusan hari ini.
Di dalam bianglala, Dafa tersenyum. Dia harus bersabar enam bulan lagi agar bisa kembali lagi ke sini. Sekarang, dia akan memastikan perasaannya pada Sita. Saat dia memeluk Sita, jantungnya sepertinya tidak aman. Selalu berdetak keras. Mungkinkah aku memiliki perasaan lebih pada Sita? Pikir Dafa.
"Kamu senang hari ini Ta?"
"Iya, aku meluapkan semuanya dengan berteriak dan tertawa. Lepas sedikit bebanku. Alhamdulillah, makasih ya Daf, buat semuanya." Kata Sita sambil menggenggam tangan Dafa. Dafa pun balas menggenggam erat tangan Sita.
"Sama-sama sunshine. Aku senang kalo kamu bahagia seperti ini," kata Dafa.
"Aku udah bertekad untuk melupakan Zidan, walaupun sakit Daf, karena aku masih memiliki perasaan padanya. Bertahun-tahun aku menantinya. Tapi sia-sia semua."
"Zidan masih memberimu waktu untuk berpikir Ta. Dia sepertinya ingin kembali padamu."
"Aku yang udah enggan kembali padanya Daf. Aku akan mengubur perasaan ini
Tiba-tiba, Dafa mengecup kening Sita, agak lama. Sita termenung, belum pernah ada yang seorang lelaki pun yang pernah menyentuhnya.
Jantung Sita berdetak kencang. Dia hanya terdiam dan menikmati kecupan Dafa di keningnya.
"Ta, ada yang mau aku omongin ma kamu. Sebenarnya aku agak ragu sih."
"Ngomong apa Daf?"
"Dua kali aku ke Indo, aku merasakan rasa yang berbeda ma kamu Ta. Bukan perasaan seperti perasaan pada temen. Lebih dari itu. Setiap kita pergi berdua, aku merasakan perasaan ingin memiliki kamu. Tapi aku tahu perasaanmu. Kamu masih mencintai Zidan. Jadi aku ga berharap lebih Ta." Dengan muka sedih, Dafa menyatakan perasaannya.
Sita yang mendengar pernyataan cinta dari Dafa, tidak kaget. Dia tahu Dafa pasti memiliki perasaan padanya. Karena apa yang Dafa lakukan padanya beberapa bulan ini, bukan hanya perasaan sebagai teman yang ingin menghiburnya. Tapi perasaan lelaki pada perempuan. Beberapa kali dia menangis di depan Dafa saat sedih dan Dafa selalu ada di saat dia terpuruk.
Dafa pun melanjutkan ucapannya. "Awalnya rasa itu ga ada Ta, tapi lama-lama datang juga dan tak bisa kuhindari. Aku ga bisa melupakanmu sedikit pun. Bahkan saat kembali ke Amerika, aku selalu inget kamu terus. Aku ingin secepatnya kembali ke sini. Saat wisuda Kak Raisya, aku sengaja berlibur cukup lama di sini lalu mengajakmu dan mengenalkanmu pada keluargaku. Aku mencintaimu Sita Laura." Kata Dafa memantapkan hatinya.
Sita terharu mendengar pernyataan cinta Dafa padanya. Sita meneteskan air mata.
"Ta, kamu menangis? Maaf jika aku menyakiti kamu. Kamu pasti kaget ya mendengarnya. Kalo kamu ga memiliki perasaan apa pun padaku, ga apa-apa, aku ga maksa. Kita bisa berteman lagi seperti dulu. Kamu masih bisa mengandalkanku Ta," ujar Dafa.
"Aku bahagia hari ini Daf. Bener-bener bahagia. Makasih ya. Kamu membuat hari ini tambah spesial. Sebenarnya, aku juga memiliki perasaan khusus ma kamu. Tapi aku juga ga terlalu yakin. Aku mencoba meyakinkan lagi. Setiap kamu ga ngabarin, aku cemas. Setiap kamu mengirimiku pesan, aku tersenyum. Entah kapan rasa spesial itu ada. Tapi, perasaan kita sama Daf. Walaupun nama Zidan pernah ada di hatiku, perlahan akan tergantikan oleh namamu Daf," jelas Sita, air mata masih menetes di pipinya.
"Benarkah Ta? Kamu memiliki perasaan yang sama padaku?" Tanya Dafa sambil menghapus air mata di pipi Sita.