Pagi itu, Sita sudah bersiap. Dia menunggu Dafa menjemputnya. Dia akan mengantar kekasihnya ke bandara. Sambil menunggu, Sita sarapan bersama keluarganya.
"Pagi-pagi udah rapi." Juna berkata.
"Iya ayah. Hari ini mau anter Dafa ke bandara."
"Dafa akan ke Amerika lagi?"
"Iya. Keberangkatan jam 11 yah." Jawab Sita.
"Kapan dia kembali nak ?" Tanya Jihan.
"Sepertinya enam bulan lagi dia kembali, sesudah dia wisuda bun."
"Lebih cepet selesainya ya?" Tanya Jihan lagi.
"Iya bun."
"Nanti Dafa jemput ke sini atau kamu langsung ke bandara? Kalo langsung, biar ayah yang antar." Tawar Juna.
"Dijemput Dafa yah. Nanti pulang ama sopirnya Dafa."
"Baiklah kalo sudah ada yang antar jemput. Ayah dan bunda mau ke rumah nenek dulu ya. Mungkin sorean baru pulang." Kata Juna.
"Sampaikan salamkuĀ untuk nenek dan kakek ya ayah."
"Iya."
"Aku juga ada tugas yang belum beres. Mau ke rumah Susan ngerjain bareng." Kata Reyna.
"Kalo dah beres langsung pulang ya." Ujar Jihan.
"Iya bun."
Setelah itu mereka sarapan bersama, lalu berbincang di ruang televisi.
Waktu menunjukkan pukul 10, lalu ada suara ketukan pintu. Itu pasti Dafa, pikir Sita. Karena buru-buru, Dafa hanya berpamitan pada keluarga Sita, tidak mampir dulu. Mereka pun bergegas menuju bandara.
Sementara itu, Mira dan Fara sudah di bandara dari jam 10. Mereka menunggu dengan sabar di kafe yang ada di sana, sambil minum kopi.
Dalam perjalanan, Dafa menyetir dengan perlahan, seolah enggan meninggalkan negara ini, terutama meninggalkan kekasih hatinya.
"Aku kok males balik ke sana ya Ta. Apa aku ga usah ke sana ya?"
"Kamu apa-apaan sih? Kamu ga boleh kaya gini. Nanti keluargamu kecewa Daf. Bersikap dewasa dong." Kata Sita.
"Kalo aku kangen gimana?" Tanya Dafa.
"Teknologi udah canggih Daf, ada telepon, ada videocall." Jawab Sita.
"Kalo pengen ketemu gimana?" Tanya Dafa lagi merajuk.
"Kalo itu, ditahan dulu. Aku juga pasti rindu." Kata Sita.
Dafa tersenyum. Belum berangkat pun, dia udah merindukan kekasihnya.
"Beresin kuliahnya tepat waktu ya. Aku tunggu di sini." Kata Sita.