Tiga hari sebelum keberangkatan ke Amerika, Sita dah menyiapkan ulang semua keperluannya selama di sana. Pagi ini, setelah selesai merapikan bawaannya, Sita turun untuk sarapan dan bersiap ke kantor.
"Sarapan dulu nak," kata Jihan.
"Iya bun. Reyna dan ayah ke mana bun?" Tanya Sita.
"Reyna udah pergi dari pagi. Sarapan juga tadi dibekal buat dimakan di sekolah. Ayah ga enak badan katanya. Lagi istirahat di kamar." Jawab Jihan.
"Ayah ga ke kantor?" Tanya Sita.
"Tadi sih bilangnya kalo udah baikan, mau langsung ke kantor." Jawab Jihan.
"Mending ga usah kerja aza dulu bun. Kasian ayah, sepertinya kelelahan. Seminggu lebih lembur terus." Ujar Sita.
"Kamu kan tahu ayah seperti apa. Ayahmu sangat keras kepala. Semoga nanti mau bunda minta istirahat." Kata Jihan.
"Iya bun. Bunda bujuk aza."
"Iya." Mereka pun sarapan berdua.
Lalu, Sita berpamitan pada bundanya. Saat tiba di kantor, beberapa berkas sudah ada di mejanya. Pasti Pak Zein yang simpan di sini, pikir Sita. Dia pun langsung membereskan rumah dan merevisi beberapa proposal yang ada di mejanya. Tak lama, Pak Zein pun tiba.
"Sita, nanti tolong bereskan beberapa berkas yang saya taruh di meja kamu. Usahakan hari ini selesai ya." Kata Zein.
"Baik pak."
Sita pun mulai membereskannya. Dia jarang menunda-nunda pekerjaan. Apalagi sekarang, tiga hari lagi dia cuti. Harus beres, pikirnya.
Saat istirahat tiba, Sita baru saja keluar dari musola. Dia malas keluar dan titip makanan pada Rifa dan Syifa. Lalu Sita menuju mejanya dan termenung. Tak lama ponselnya berbunyi.
"Nak, nanti titip obat buat ayah ya sepulang dari kantor." Jihan mengiriminya pesan.
"Iya bun. Gimana keadaan ayah?" Tanya Sita.
"Udah mendingan. Beli vitamin aza nak."
"Iya bun. Semoga ayah membaik ya." Kata Sita.
"Amin." Jawab Jihan.
Tak lama Rifa mengantarkan makanan pesanan Sita.
"Ta, ini pesenannya. Aku langsung ke musola ya." Kata Rifa.
"Oke. Makasih ya."
"Sama-sama."
Sita pun langsung makan di mejanya. Reno dan Pak Zein belum terlihat, pikirnya. Mungkin mereka makan siang di luar. Setelah itu, dia melanjutkan lagi pekerjaannya. Tak terasa waktu pulang tiba. Setelah dari musola, Sita membereskan pekerjaannya. Lalu bersiap pulang.
"Mau pulang bareng Ta?" Tanya Rifa.
"Ga deh kayanya. Ayah sedang kurang enak badan."
"Cepet sembuh ya buat ayah. Aku ma Syifa mau ke kafe. Duluan ya." Kata Rifa. Dia pun berlalu.
Sita masih memikirkan ayahnya. Apakah ayahnya baik-baik saja? Di jalan, dia mampir ke apotek dan membeli vitamin. Setelah itu, dia kembali melajukan motornya. Saat dia akan berbelok, karena kurang fokus, tiba-tiba sebuah motor menabraknya. Sita pun terjatuh. Kaki dan lututnya lecet.
"Maaf mbak, saya ga lihat mbak mau belok. Mbak ga kasih lampu sein." Kata lelaki itu, dia langsung membetulkan motornya dan menghampiri Sita. Diperkirakan lelaki itu seumuran dengan Sita, memakai motor matic juga.
Sita segera berdiri. Lelaki tadi membetulkan motor Sita.