Kedua orangtua Dafa dan juga Sandi masih tak beranjak dari ruang IGD. Sedangkan Pak Cipto dan Bu Ratih, sudah minta izin dan berpamitan pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari.
"Hubungi Raisya, katakan suruh ke rumah sakit." Danu meminta anaknya menelepon kakak tertuanya. Gegas Sandi menelepon Raisya. Tidak diangkat. Sandi mencoba lagi, sampai 4 kali dia mencoba, barulah diangkat.
"Kak, maaf ganggu." Kata Sandi.
"Ini mas, dek. Ada apa ya dini hari menelepon? Ada sesuatu?" Tanya Arsyad, suami Raisya. Sedangkan Raisya, masih terlelap di alam mimpi.
"Maafkan mengganggu mas, Kak Dafa kecelakaan. Ini masih di IGD. Masih dilakukan tindakan oleh dokter." Kata Sandi, sambil terisak. Arsyad kaget, matanya mendadak terbuka lebar.
"Mas segera ke sana. Kasih tahu aza rumah sakit mana." Telepon ditutup. Sandi langsung memberikan info rumah sakitnya. Gegas Arsyad membangunkan Raisya dan mengajaknya ke rumah sakit. Di jalan, Arsyad masih panik.
"Mas, sebenernya ada apa? Siapa yang sakit?" Tanya Raisya. Arsyad hanya terdiam pilu. Dia terlalu kalut dan juga takut Raisya menjadi histeris.
"Udah sampai, ayo." Kata Arsyad, langsung menuntun Raisya menuju ruang IGD. Mereka jalan tergesa-gesa. Sampailah mereka di depan ruang IGD. Di sana udah ada mama dan papanya, juga Sandi. Dafa ke mana? Gumam Raisya.
"Ma, pa, siapa yang sakit? Dari tadi Mas Arsyad ga mau ngomong." Kata Raisya.
"Duduklah dulu nak." Pinta Danu. Dia masih terduduk di kursi, menopang Resik yang menangis tiada henti. Lalu, Raisya duduk di sebelah Danu. Dan Arsyad pun ikut duduk di sebelah Raisya dan memeluknya.
"Adikmu kecelakaan tadi jam 12 malem. Motornya bertabrakan dengan truk. Dia sekarang sedang ditangani dokter." Jawab Danu, dengan nada pilu.
"Dafa, tabrakan?" Raisya seperti lingkung. Dia melamun. Ga mungkin, ga mungkin adiknya kecelakaan. Adiknya adalah orang yang sangat berhati-hati. Dia terdiam, lemas. Lalu menitikkan air mata.