Tiga bulan kemudian...
Malam ini, bada isya, akan diadakan pengajian di rumah Dafa. Pengajian tepat tujuh bulan kehamilan Sita. Perut Sita sudah membesar, lebih dari ukuran normal. Berjalan pun agak susah.
Danu dan Resik hanya meminta pak ustad saja sendiri yang ke rumah, tidak dengan bapak-bapak yang lain. Dan pak ustad maklum. Lalu, setelah semuanya berkumpul, pengajian pun dimulai.
Pak ustad memulai doa-doa yang terbaik untuk kedua anaknya Dafa. Juga mendoakan Dafa. Setelah selesai, pak ustad berpamitan pulang. Kerabat dan saudara Danu dan Sita pun berpamitan.
Sedangkan Juna, Jihan, Danu, dan Resik, makan di meja makan sambil membicarakan kehamilan Sita.
Di atas hamparan karpet, semuanya berkumpul. Sita udah ga bisa duduk di karpet, dia duduk di sofa menopang tubuhnya dengan lerit yang sangat membuncit.
Fara, Reno, Mira, Lily, Jason, dan juga Hendra merasa ngilu melihat perut Sita. Mereka pun makan bersama. Tak lama, Lily dan Jason berpamitan. Begitu juga Mira, dia akan diantarkan oleh Jason dan Lily. Fara juga berpamitan mau ke minimarket dengan Reno.
"Sita, kamu ada waktu? Ada yang mau aku bicarakan." Kata Hendra.
"Kenapa Hen?" Tanya Sita.
"Kita bicara di teras aza ya." Kata Hendra. Lalu, Hendra menopang Sita untuk berdiri dan memegang bahunya.
"Maaf ya aku lancang memegang bahumu. Takut kamu jatuh." Ujar Hendra.
"Ga apa. Iya, kandunganku besar banget. Dada mulai sesek." Jawab Sita terengah-engah.
"Kamarmu lebih baik pindah ke bawah aza. Bahaya kalo masih di atas." Saran Hendra.
"Iya. Mama dan bunda serta ayah dan papa juga udah bilang gitu. Nanti ranjang Dafa akan dipindah ke bawah." Jelas Sita. Hendra mengangguk.
"Ta, aku memberanikan diri ngomong gini. Aku mau melamarmu. Aku ingin menjadikanmu istriku." Kata Hendra. Sita terdiam. Bingung harus menjawab apa. Hendra memang selalu hadir dalam semua rangkaian pengajian Dafa. Dia juga selalu mengiriminya pesan walaupun hanya menanyakan udah makan atau belum. Tapi, Sita belum memiliki perasaan padanya.