Tawarikh Nusantara - Kitab Kesatu: Sumpah Sang Gajah Mada

Kingdenie
Chapter #12

Pesan yang Dibelokkan

Malam itu, taman belakang pesanggrahan kembali menjadi saksi bisu. Rembulan menggantung sabit di langit Trowulan yang jernih, cahayanya yang tipis menciptakan kontras tajam antara area yang terang dan bayang-bayang yang pekat. Dirgantara tiba lebih dulu, memilih sebuah posisi di dekat semak melati yang wanginya terasa menenangkan di tengah kegelisahan yang mencengkeramnya. Ia menunggu, setiap inderanya waspada.

Ratna Laras muncul dari kegelapan, gerakannya nyaris tanpa suara, seperti hantu yang melintas. Ia berhenti di jarak yang aman, matanya langsung memindai sekeliling sebelum akhirnya fokus pada Dirgantara. Malam ini, tidak ada basa-basi. Wajahnya tegang, menyiratkan urgensi.

“Kau punya sesuatu untukku, Juru Kidung?” tanyanya langsung, suaranya rendah.

“Lebih dari yang kau duga, Nisanak,” jawab Dirgantara. Dengan tenang dan sistematis, ia membeberkan hasil analisisnya. Ia tidak menyebut tentang implan atau sungai data dari masa depan. Ia membingkainya sebagai kesimpulan dari pengamatan dan pengetahuan seorang pengembara yang banyak melihat dunia.

Ia menjelaskan tentang Gagak Suro sang penghasut, Adipati Srenggana sang oportunis militer, dan Rakai Taji sang perencana senyap. “Mereka bukan sekadar perwira yang bertindak gegabah. Mereka adalah sebuah persekutuan, sebuah segitiga persekongkolan yang ujungnya mengarah langsung ke ambisi Sang Mahapatih.”

Saat Dirgantara berbicara, ia melihat perubahan di wajah Ratna. Alisnya yang biasanya lurus kini sedikit berkerut, sebuah tanda konsentrasi yang dalam. Ia tidak menyela, hanya mendengarkan, menyerap setiap detail. Ketika Dirgantara selesai, Ratna terdiam sejenak, menatap kolam teratai yang gelap.

“Sebuah nalar yang tajam,” katanya akhirnya, nadanya mengandung kekaguman yang enggan. “Prajuritku hanya bisa melaporkan apa yang mereka lihat, Gagak Suro berbicara dengan seseorang, Rakai Taji memasuki sebuah ruangan. Mereka melihat kepingan-kepingan. Kau … kau melihat seluruh permainannya.” Ia kembali menatap Dirgantara. “Kau lebih berbahaya dari yang kubayangkan.”

“Bahaya hanya bagi mereka yang berniat buruk,” balas Dirgantara. “Sekarang kita tahu siapa pemainnya. Langkah kita selanjutnya adalah mencari tahu apa permainan yang sedang mereka mainkan.” Ia mencondongkan tubuhnya sedikit. “Berdasarkan watak mereka, aku yakin mereka tidak akan menunggu lama. Rakai Taji akan merancang sebuah hasutan, dan Gagak Suro akan melaksanakannya. Sebuah perintah rahasia kemungkinan besar akan dikirim dalam waktu dekat.”

“Sebuah perintah …” Ratna bergumam, matanya berkilat saat sebuah ide terbentuk. “Para caraka, kurir istana, selalu membawa puluhan gulungan lontar setiap harinya. Perintah rahasia bisa diselipkan di antara titah-titah rutin.”

“Tepat,” kata Dirgantara. “Jika kita bisa mencegat pesan itu, kita bisa tahu rencana mereka selanjutnya. Dan jika kita bisa menggantinya … kita bisa membelokkan rencana itu.”

Lihat selengkapnya