TEARS OF A MAN

Bhina Wiriadinata
Chapter #2

#2 LELAKI DAN KELELAKIANNYA

2

LELAKI DAN KELELAKIANNYA

 

Max

Kurang apa lelaki bernama Max Sebastian, dengan tinggi 189 CM, bobot 90 Kg dan wajah yang tak mungkin tidak disukai, tak ada perempuan yang tak akan kelepek-kelepek jika berpapasan dengan Max. berkumis menyambung dengan janggutnya yang rapih, berbibir lelaki sensual, badannya tegap dengan dada lebar dan perut tidak buncit meski sudah berumur 44 tahun, lengannya besar walau tidak berotot, jika memakai kaos polo yang ketat, lengan itu akan terlihat atletis. Meski bertampang playboy dan berwajah mirip pemain bokep tapi jangan tanya hatinya, hatinya benar-benar halus, lembut dan kata-katanya romantis abis.

Max kerja di sebuah perusahaan swasta milik konglomerat lokal yang punya kekayaan trilyunan, bayangkan, Max sudah ganteng, almost perfect-lah punya kerjaan sebagai manager operasional beberapa retail yang tersebar diseantero pusat perbelanjaan di Jakarta, perempuan mana yang tak meleleh. Lahir dari keluarga katholik yang taat, Max membangun keluarganya dengan gilang-gemilang selama 15 tahun ini, istrinya yang seperti model dengan pakaian yang fashionable itu, kini seperti mempunyai kebosanan terhadap gaya hidup keluarga yang rukun-rukun dan adem-ayem.

Sudah tiga bulan ini Max merasa ada yang aneh kembali dengan istrinya yang bekerja di sebuah perusahaan iklan yang bonafide. Max merasakan istrinya seperti sedang mengalami puber kedua – adakah istilah itu? Namun Max tak punya bukti apa-apa, jadi Max mengabaikan ‘kecentilan’ istirnya selama tiga bulan ini.

Hampir setiap malam Tere-istrinya selalu pulang telat dan tidak minta dijemput, biasanya Tere tak akan pulang jika Max tak menjemputnya meski dia bisa pulang dengan taksi, kini jangankan minta dijemput, Tere bahkan tak mengabari kapan dia akan pulang, tiba-tiba saja Tere pulang ke rumah jam 11 malam atau lebih. Begitu pulang ke rumah pun, biasanya Tere langsung mandi membersihkan badannya yang bau keringat, kini bukan seperti itu, Tere akan duduk-duduk sambil memegang HP-nya, kemudian cengar-cengir sendiri, senyam-senyum lalu matanya berbinar-binar, Max yang sedang memerhatikannya dari dalam kamar merasa cemburu dan kesal, ketika ditanya dengan siapa chatting-nya, Tere akan menjawab dengan ketus ‘kalau mau tidur-tidur aja deh, jangan jadi pengintai begitu!’ Max menelan kata-kata itu dengan mangkel, Max tak ingin melanjutkan, karena pasti akan terjadi keributan dan Max pasti tak akan dapat jatah syahwatnya tersalurkan.

Max harus menahan semuanya, Max harus berpikir positif bahwa Tere tak seperti apa yang dibayangkan. Namun pada suatu pagi nurani Max seperti digiring oleh sesuatu yang menyuruhnya untuk membuka HP Tere yang tergeletak begitu saja di meja riasnya, sementara Tere sedang mandi. Max dengan bergetar dan penasaran apa isi chattingnya, istrinya tadi malam sampai jam 3 pagi baru tidur karena bermain dengan HP. Diambilnya HP itu, lalu dibuka WA-nya, Max membaca chatting yang tidak terhapus, perlahan dibaca, awalnya dengan tenang, lama-lama muka Max berubah merah, matanya juga merah, bahkan tangannya yang menggenggam HP kian kuat, Max mencapai puncaknya ketika sebuah kalimat dari Tere pada lawan chattingnya ‘kamu jangan tinggalin aku ya Beib, aku udah menyerahkan segalanya ke kamu dan kamu adalah lelaki yang membuat aku nyaman selama ini’

Kepala Max bukan lagi berbentuk kepala, seperti berbentuk petir dan halilintar yang siap menggelegar dalam hitungan detik, Max marah dan tersinggung, amarahnya sekarang dalam tahap siap meledak.

“Tolong jelasin apa maksudnya ini!”

Tere tak menjawab hanya berusaha merebut HP-nya dengan wajah marah dan kesal, muka cantiknya berubah seperti srigala lapar yang makanannya direbut oleh kawanan lain. Max tak kalah gesit ketika tangan Tere berusaha meraih HP, Max dengan gesit dan kecepatan tenaga lelakinya menghindari jangakauan tangan Tere, tanpa sengaja tangan besarnya mengenai pelipis Tere, Tere kesakitan dan terjerembab sambil berusaha memegang handuk yang masih dibadannya sehabis mandi, seketika wajah Tere memerah dan Max dengan reflex meraih tubuh Tere untuk mencegah agar Tere tak terbentur ke ujung ranjangnya, sayang tubuh Tere terlanjur jatuh pas di ujung ranjang dan tubuh Tere berguling ke bawah. Tangan Max dikibaskan lalu dengan kesakitan Tere bangkit dan keluar dengan membanting pintu sambil berucap.

Lihat selengkapnya