8
MASIH LEBIH BAIK
Max & Bima
Keringat Max mengucur dengan deras di sekujur tubuhnya, tenaganya habis dia pacu untuk mengangkat alat-alat macam Preacher Machine, cable cross over sampai chin up, tiga alat itu yang membuat badan Max menjadi sebesar sekarang dengan otot yang mengeras dan membesar, sampai habis tenaganya, Max akhirnya berhenti beberapa kali dan beristirahat di tempat paling favorit di kelas fitness yang sudah hampir tiga bulan ini dia tinggalkan karena banyak gangguan rumah tangganya.
Buruknya prilaku Max saat sehabis fitness adalah merokok dengan nikmatnya sambil mengelap keringatnya yang seperti kena hujan, bercucuran di mana-mana, kaosnya basah sampai ke celana-celananya, mukanya merah dengan kelelahan yang tiada tara, napasnya kemudian kembali ke irama semula, pada saat itulah nikotinnya dihisap dengan tegukan minuman isotonic yang mengganti keringatnya lebih cepat.
Di samping Max, Bima yang juga sedang merokok sehabis fitness dengan keringat yang sudah agak mengering di tubuhnya namun tidak di kaosnya. Duduk sambil memegang HP-nya yang dia scroll tanpa tahu apa yang ingin Bima baca.
“Mas Bima, gimana jadi ke sana lagi gak?”
Tanya seorang lelaki muda bernama Dilan, yang juga member fitness di tempat yang sama. Bima menatap sebentar ke arah Dilan lalu mengernyitkan dahinya dan mengedipkan matanya seolah memberi kode bahwa pembicaraan rahasia ini jangan sampai didengar oleh orang lain, termasuk Max yang hanya berjarak sekitar 1 meter. Dilan mendekatkan dirinya ke Bima dan Bima menggeser duduknya.
“Yang kemarin reaksinya gimana? Ada perubahan gak Mas?”
Bima menggelengkan kepalanya, lalu sedikit berbisik dia bertanya pada Dilan.
“Bisa gak ya aku minta pakai yang lebih ampuh?”
“Kan kemarin bilang ‘Si Abah’-nya, kalau sudah habis suruh balik lagi ke rumahnya? Sekarang udah abis belum?”
“Sudah sih, tapi aku belum melihat ada perubahan, Lan”
“Ya udah kita ke sana lagi aja, sekalian saya juga mau ada perlu ke ‘Si Abah’ mau jual tanah mertua saya biar cepet laku”
“Kapan kamu ke sana?”
“Ya kalau Mas Bima mau, lusa saya ke sana, gimana?”
Bima melirik ke arah Max yang sedari tadi rupanya kupingnya dipasang lekat-lekat ingin tahu pembicaraan Bima dan Dilan yang sepertinya menarik perhatian Max, Max yang antusias ingin tahu ketika mata Bima melirik ke arahnya menjadi sangat malu dan langsung buang muka dengan pura-pura menjetikkan abu rokok yang sebenarnya tidak ada.
“Ya udah lusa, jam berapa?”
“Kita berangkat pagi aja Mas, jam 8 gitu, biar nyampe sana gak terlalu siang”
“Oke deh kalau gitu…”