13
DIAM BUKAN EMAS
Bima
Cerita Max membuat Bima makin kesal dengan dirinya, ada dua kekesalan yang dianutnya dalam batas rasa yang hampir dua bulan ini dia tahan, rasa pertama adalah Bima tetap bertahan dengan diamnya pada Riana, apa pun yang Riana kompromikan untuk bisa berkomunikasi dengan Bima patah di awal cerita. Kesal kedua adalah terhadap dirinya sendiri, mengapa hanya baru sekali saja Riana melakukan perselingkuhan Bima sudah begitu muak dan marah, sementara Max yang nota-benenya seorang lelaki yang jauh lebih tampan dan jauh lebih kuat, nyatanya mampu memaafkan istrinya dan menerima kembali istrinya meski telah menyakitinya berkali-kali.
Mengapa dirinya tak seperti Max? Riana tak pernah berbuat melebih dari yang Tere lakukan ke suaminya? Ada sesuatu yang menurut Bima adalah harga diri lelaki, wibawa lelaki sebagai seorang suami, harga diri dan wibawa itu adalah menjaga istrinya untuk tidak ‘direbut’ oleh siapa pun dan oleh siapa pun! Itu harga mati buat Bima, karena harga dirinya dan wibawanya ada pada istrinya, bagi Bima jika sedikit saja istrinya melakukan kesalahan yang paling fatal dan tak terampuni seperti perselingkuhan, maka habis sudah harga dirinya dan tak ada lagi wibawa buat Bima!
Apakah Max tak punya harga diri? Juga wibawa? Lihat, sekali saja Max memberi maaf dan memaafkan serta menerima kembali istrinya, apa yang terjadi? Max cuma jadi bulan-bulanan cinta murahan istrinya sendiri! Karena Max bodoh! Mengandalkan cinta untuk dapat menerima kembali istrinya dengan berbagai dosa dan salah dimana-mana.
Bima yakin suatu saat Max akan menyesal memelihara cinta yang tak ada gunanya. Buktinya sekarang, Max kembali dikhianati oleh Tere untuk yang ke empat kali! Mungkin sekarang Max baru menyadari bahwa cintanya tak laku dan tak berguna untuk dijadikan andalan menerima kembali Tere ke pangkuannya. Jangan salah, setiap cinta punya masalahnya sendiri dan punya kerumitannya sendiri, jangan memudahkan memelihara cinta, karena cinta kadang tak pantas dipelilhara bahkan cinta lebih baik dicampakkan jika cinta itu merusak jiwa kita! Buat apa???
Riana masih tegar menerima ‘hukuman’ dari Bima untuk didiamkan dan tak lagi dijadikan teman diskusi atau teman berbagi, bahkan apa yang dilakukan Riana tak sedikit pun menarik perhatian Bima. Meski anak-anak berusaha menyatukan kedua orang tuanya, Bima tetap pada posisinya untuk ‘perang diam’. Sulit bagi Bima untuk bisa berdamai dan menempatkan kembali Riana di hatinya, ada sesuatu yang tak bisa dipaksakan, sesuatu yang selalu saja mengusiknya, seperti ada kerikil di dalam hatinya yang mengikis rasanya.
“Aku tidak akan menganggumu Mas, dengan diammu, aku akan sabar dan menunuggu kamu sampai kamu benar-benar menerimaku kembali sebagai seorang istri, namun begitu aku mohon padamu jadilah lelaki pemaaf, setidaknya berperanlah jadi satria untuk bisa menerima seorang perempuan seperti aku yang sudah membuat kamu kecewa, sekali lagi aku minta maaf”
Bima tak menjawab WA dari Riana pada suatu malam, dimana Riana sedang menekuri dirinya sendiri di kamarnya yang sepi dan terasa hampa. Riana merasa rindu pada lelaki bernama Bima Johandi yang biasa ada di sampingnya, lelaki baik hati dan penuh rasa humor yang membuat Riana hampir setiap hari tertawa, dulu, ada saja banyolan Bima yang membuat Riana merasa suka, Bima ibarat seorang entertainer bagi Riana, bahkan Bima mampu berperan seperi seorang aktor kelas tinggi ketika sedang mencerita seseorang, Bima mampu mengikuti gaya dan ucapan orang yang dia ceritakan, Bima juga seorang pembaca novel paling gila yang Riana kenal, sedang Riana seperti punya penyakit alergi ketika harus membaca novel, tapi Bima akan menceritakan novel yang dia baca ke Riana dengan kutipan-kutipan kata-kata indah di novel itu, aahh Riana jadi kangen sekali menatap mulut Bima yang mungil menceritakan tokoh-tokoh dalam novelnya.
Bima menatap langit-langit kamar anaknya yang penuh dengan foto-foto penyanyi kesenangan anaknya, Bima juga kangen memeluk tubuh Riana yang mungil dan membelai rambut Riana yang tak ada modelnya, rambut Riana akan selalu nampak acak-acakan karena Riana malas nyisir atau malas creambath, Bima akan mengambil sisir dan mengikatnya agar Riana tak selalu menyibakkan rambutnya di situ, Bima mencium aroma perempuan khas Riana, bau perempuan yang dikenalnya selama 17 tahun, aroma itu tercium dan membuat Bima seperti dekat dengan Riana.
Bima menulis di WA membalas kata-kata Riana,
‘Jika kau punya sesuatu yang berharga dan tiba-tiba sesuatu itu hilang maka apa yang akan kamu lakukan? Mencarinya? Atau membiarkan hilang begitu saja? Aku lebih memilih mencari kehilangan itu, sayang sesuatu itu masih belum kutemukan’
Riana menarik napasnya, sulit memang, Riana mengerti bagaimana perasaan lelaki seperti Bima, tak akan mudah melupakan hal-hal yang berurusan dengan hati, menurut Bima, hati tak dapat dibohongi dan tak dapat dipaksakan meski raganya merindukannya. Riana faham siapa Bima. Kesalahan besar yang telah dia lakukan akhirnya membuat lelaki yang menjadi suaminya harus mendiamkannya sedemikian rupa. Riana harus mengikuti alurnya, kalau rumah tangganya mau selamat, kini kendali ada pada Bima dan Riana sebagai penumpang dalam bahtera rumah tangga harus mengikuti nakhodanya, Riana hanya bisa berdoa semoga semua badai cepat berlalu.
“Pa, papa kok kuat sih mendiamkan mama begitu? Papa gak kangen apa sama mama?”
Kata Zahwa suatu hari ketika dilihatnya Bima hanya duduk di teras sambil memandangi kolam ikan yang habis dia bersihkan tadi siang. Bima memandang wajah anaknya yang berumur 16 tahun, anak gadisnya yang sudah kelas 2 SMA dengan aroma perempuan remaja yang penuh dengan keceriaan. Dalam hati, haruskan membahas ini dengan seorang anak remaja berusia 16 tahuna?