TEARS OF A MAN

Bhina Wiriadinata
Chapter #19

#19 TUDUHAN KEJI

19

TUDUHAN KEJI

 MAX

 Max menelepon Bima dengan nada memelas, memohon sekaligus pasrah, suaranya agak serak seperti menahan sesuatu yang membuat dirinya tak bisa lagi meneruskan kata-katanya. Bima sudah malas membahas masalah Max, bosan, masalahnya hanya berkutat diitu-itu saja, tak ada keberanian buat Max untuk bertindak memutuskan, Bima yang mendengar dan tahu masalahnya Max jadi muak, semacam minum jamu yang berlebihan sehingga bau jamu itu semakain memabukkan. Apa yang sudah Bima sarankan pada Max, ujung-ujungnya Max selalu berkata masih mencintai Tere.

Kata Bima, kalau nanti pekerjaannya selesai sebelum maghrib Bima akan datang ke tempat biasa, tapi kalau belum kelar Max harus bersabar menunggu waktu yang tepat. Max sedikit kecewa tapi Max tak bisa protes. Bima sudah begitu banyak memberi masukan yang amat baik dan masuk akal, Bima selalu dapat kata-kata yang tak pernah dipikirkan oleh Max, Bima pandai mengolah kata-kata dengan bijak dan realistis, hanya Max saja yang selalu terganggu dengan perasaannya.

Bima tak tega juga meningglkan Max dalam keadaan menunggu dirinya, Max selalu saja memberi alasan untuk didatangi, Bima tak kuasa menahan gejolaknya untuk menemui, Max bagi Bima seperti punya tempat tersendiri untuk masa lalunya, Max bagi Bima adalah alasan yang masuk diakal untuk menuntaskan masa lalunya, selain itu Max adalah tanggung jawabnya. Lagi pula hubungan Bima dan Riana masih belum tuntas, Bima masih bisa membuat alasan untuk marah jika pulang larut malam. Bima masih belum bisa menemukan jalan terang untuk memperbaiki hubungannya dengan Riana, masih sulit bagi Bima menerima perselingkuhan Riana yang bercampur baur dengan masa lalunya yang tak seorang pun tahu, termasuk Riana.

Max merasa senang ketika Bima sudah duduk di kursi biasa yang mereka ketahui, Max tersenyum dari kejauhan sambil menenteng tas kerjanya serta dasi yang dia buka sehingga membiarkan kaos dalamnya terbuka. Max seperti biasa memesan kopi kesukaan mereka, dua cangkir capucino dan beberapa pastry yang di atasanya ada buah cherry merah yang menggoda. Bima memesan sendiri satu potong pastry bertabur cheese kesukaannya. Max menggoda dengan mengatakan lapar, Bima tak menjawab dia hanya senyum dan membiarkan Max menyeruput capucinonya lalu membakar rokok kesayangannya.

“Kenapa lagi Max?”

Max tahu Bima sedang tidak begitu mood bertemu dengan dirinya, Max tahu Bima ingin cepat-cepat tahu masalah baru yang dihadapi Max.

Max menceritakan kejadian pertengkarannya dengan Tere dengan sangat serius, Max menatap Bima dengan serius dan Bima mendengarkan dengan sangat antusias, meski diselingi dengan hisapan rokok dan memakan pastry, Bima konsentrasi mendengar cerita Max, tak luput satu katapun yang tak dia dengarkan, Bima ingin tahu di mana letak kesalahan Max dan di mana letak kesalahan Tere dalam pertengakran itu. Ada banyak yang timpang dan tak masuk diakal bagi keduanya.

“Dia meminta waktu untuk menuntaskan hubungannya dengan Panji, menurut kamu aku harus bagaimana?”

“Tadi kamu bilang kamu sudah memberikan waktukan?”

“Tapi aku menyesal, Bim”

Inilah yang tidak disukai Bima dari Max, selalu saja bilang menyesal setelah memutuskannya, Bima tak habis pikir dengan jalan pikiran Max, bahwa apa yang sudah Max putuskan seharusnya Max tak bisa menerimanya dengan kata menyesal. Bagi Max urusan pekerjaan dengan urusan cinta tak dapat disamakan, dipekerjaan Max akan berlaku tegas dan lugas sedang kalau soal cinta? Max  memble setengah mati! Adakah urusannya pekerjaan dan cinta?

“Tak usah kamu sesali Max, biarkan Tere menikmati semua waktunya dengan Panji, untuk mengakhirinya, mudah-mudahan Tere kali ini tidak berdusta lagi, kamu tunggu saja sampai Tere mampu melepaskan Panji dari hatinya, seperti yang pernah kubilang?”

Lihat selengkapnya