24
TAK TERHINDARKAN
BIMA
Bima membungkam semua persaksian keberadaan Lestari di rumah Sandro, Bima berusaha untuk menyimpan rahasianya, Bima tak mau jadi pemantik kemarahan Gusti dan keributan rumah tangga kakaknya, sikapnya pada Lestrai sedikit berubah, tapi sikap Bima tak mau terlihat di depan Gusti, Bima tahu ini sessuatu yang membahayakan, sesuatu yang akan menjadi malapetaka buat keluarga Gusti. Setiap kali Lestari menatap ke arah Bima matanya memandang dengan pedas, sinis dan ada rasa takut, begitu pun Bima, wajahnya kerap kali tidak suka melihat gaya kebaikan Lesatri sekarang-sekarang ini, punah sudah penilaian kebaikannya pada Lesatri setelah mengetahui Lesatri berada di rumah Sandro entah tujuannya apa di sana. Bima tak bertanya, juga tak ingin menanyakan baik kepada Lestari maupun pada Sandro, ditelannya pertemuan mencurigakan antara Lestari dan Sandro di sore hari itu. Yang pasti saat itu Lestari sedang dipeluk bahunya oleh Sandro yang nampak acak-acakan.
Gusti tak pernah sedikit pun curiga pada Lestari, semua berjalan seperti biasa, Lestari berperan sebagai seorang ibu pekerja yang sibuk dan Gusti pun demikian, kebiasaan dan kesibukan di rumah ini berjalan biasa saja. Sekali waktu Gusti meminta Sandro datang ke rumah untuk undangan makan malam, seperti yang sudah-sudah dilakukan. Sandro sebelum Gusti menikah, walaupun berwajah tampan dengan badan putih dan badan yang memang tidak atletis, namun dengan badan seperti itu Sandro seperti bergelar lelaki maskulin dengan tampang meyakinkan, wajahnya dipenuhi oleh cambang dan janggut serta kumis yang acak-acakan, tumbuhnya memang merata diseluruh wajahnya, Sandro membiarkannya, biar terkesan memang lelaki bujangan. Mungkin itu sesuatu yang menarik hati Lestari sehingga Sandro-lah yang dijadikan selingkuhannya.
Sandro datang dengan wajah kaku, apalagi begitu melihat Bima yang bediri di teras ketika Sandro datang, Bima tahu diri, agar suasana tak berkesan kaku, Bima mohon izin untuk keluar rumah dengan alasan ke rumah temannya. Dengan wajah menatap tajam ke arah Sandro yang sudah dikenal lama olehnya. Sandro sudah seperti kakaknya juga, karena seringnya dia ke rumah dari dulu semenjak kuliah bareng dengan Gusti, jadi Sandro itu bukan siapa-siapa dan tak ada hal yang ditakutkan, sekarang? Sandro seperti duri yang siap menyakiti tenggorokan Gusti yang punya ketajaman pengkhianat! Memacari istri temannya sendiri.
Bima tak tahu sudah berapa lama hubungan antara Lestari dan Sandro terjalin, Bima tidak tahu sudah sejauh mana Lestari dan Sandro menjalin perselingkuhan dan Bima tak tahu apakah Gusti mencium itu atau tidak, yang pasti di sore hari itu Bima menyaksikan kemesaraan antara keduanya, walau sekilas, Bima menangkap aroma perselingkuhan itu, wajah keduanya pada saat itu bagai terkaget-kaget dan terkesiap seketika di depan mereka Bima berdiri dengan wajah penuh dendam.
Bima melamun, membayangkan keruwetan yang akan dihadapai Gusti jika itu terbongkar, Bima bergetar jika nasib Gusti menyamai nasib orang tuanya, Bima goyah jika nanti Gusti marah dan emosi. Bima takut! Apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan rumah tangga kakaknya? Apa yang akan dia lakukan jika ini akan menjadi sebuah malapetaka baru yang siap menghadang Gusti?
Bagaimana pun Gusti adalah satu-satunya saudaranya kini, Gusti satu-satunya darah daging yang hidup, tidak ada orang tua dan tidak ada yang lainnya lagi. Hal ini makin membuat Bima takut, takut melihat sebuah rumah tangga, mengapa keluarga yang dia punya bisa hancur hanya karena sebuah perselingkuhan? Mengapa sekarang terjadi pada Gusti? Apakah ini sebuah karma dari orang tuanya untuk Gusti? Lalu bagaimana dengan dirinya kelak? Akankah dia menemukan perempuan yang tak menyelingkuhinya? Bergidik Bima membayangkan itu. Bima kasihan dengan Dito-anak berumur dua tahun itu, bagaimana dengan nasibnya kelak jika bapak dan ibunya bercerai hanya karena masalah selingkuh? Ahh…mengapa harus memikirkan hal-hal menakutkan seperti itu? Bukakah itu hal yang biasa? Soal penyebab kematian orang tuanya bukan hanya sekedar selingkuh, tapi lebih kepada sikap bapak dan ibunya yang tidak waras menyelesaikannya, maka terjadilah bencana itu.
Bima hanya berharap, bahwa jika nanti sampai terbongkar perselingkuhan Lestari dengan Sandro bukan atas laporannya atau pengaduan dari dirinya, Bima berharap Gusti sendiri yang akan mengetahuinya entah dengan cara apa dan bagaimana, asal bukan informasi dan pengaduan dari Bima. Bima tak mau jadi sumber kegaduhan kisruh rumah tangga Gusti kelak.
Sebuah bukti yang tak terbantahkan begitu saja terpampang, secarik kertas warna biru muda yang sudah robek-robek tanpa sengaja ada di kolong kasur Gusti, ketika Gusti sedang membereskan kolong tempat tidurnya di hari sabtu ketika Gusti libur dan Lestari masuk kerja karena harus piket di kantornya. Mulanya Gusti tidak perduli dengan kertas kado itu namun sesuatu menarik perhatiannya, sebuah kartu ucapan dengan gambar sepasang kekasih dengan gambar lembut, tertulis ucapan paling mendebarkan hati, betapa tidak menggetarkan, Gusti tahu betul tulisan tangan siapa itu. Tulisan Sandro yang dia hapal bukan hanya tulisannya, juga pribadinya, Gusti sering meminjam catatan kuliah dulu, jadi tak ada lagi yang perlu disangsikan bahwa tulisan itu tulisan tangan Sandro.